KOMPAS.com - Para ilmuwan akhirnya berhasil mendeteksi aurora sinar X yang ada di kutub selatan Jupiter.
Aurora yang ada di kutub selatan tidak bergerak pada waktu yang sama seperti aurora di kutub utara. Di bagian selatan, aurora memiliki irama pergerakan sendiri.
"Di bagian selatan memiliki denyut nadi yang aneh setiap 11 menit," kata William Dunn, astronom dari University College London, seperti dilansir dari ABC News, Selasa (31/10/2017).
Pria yang juga terlibat dalam penelitian yang sudah dipublikasikan di Nature Astronomy (30/10/2017) itu menjelaskan, fenomena tersebut berbeda dengan aurora yang ada di Bumi, di mana aurora di kutub utara dan selatan tidak beraturan dan umumnya saling berefleksi.
Baca Juga: Teleskop Hubble Temukan Jupiter Panas yang Gelap Gulita
Jupiter memiliki aurora paling kuat dan terang di tata surya. Namun, aurora yang dimilikinya sangat berbeda dengan planet seperti Bumi.
"Aurora Jupiter adalah salah satu bagian tata surya yang terjadi karena kekuatan medan magnet dan ukuran magnetosfernya (daerah sekitar planet yang memiliki medan magnet, red)," kata astronom Lucyna Kedziora-Chudczer, dari Universitas New South Wales, Australia.
Aurora Bumi tercipta saat badai matahari - arus partikel dari Matahari - masuk ke medan magnet planet Bumi.
Garis-garis bidang itu mengarahkan partikel ke kutub, di sana partikel-partikel itu bergesekan dan memancarkan cahaya.
Jika aurora Bumi muncul "musiman", hanya saat ada badai matahari, aurora di Jupiter permanen.
Peneliti mengungkapkan aurora Jupiter yang sangat kuat itu dihasilkan oleh partikel berenergi tinggi yang ada di atmosfer Jupiter dan bulan-bulan yang dimilikinya, yang kemudian saling berinteraksi.
"Partikel-partikel ini dipercepat di area medan magnet dan masuk ke lapisan atmosfer tinggi di kutub Jupiter," ujar Kedziora-Chudczer yang juga mempelajari Jupiter namun tidak terlibat dalam penelitian.
Tahun 2000, para astronom telah menemukan sebuah area hotsopt aurora yang mengeluarkan sinar-X di kutub utara Jupiter.
Baca Juga: Benarkah Dunia Sekitar Jupiter dan Saturnus Bisa Dukung Kehidupan?
Penelitian terbaru yang ditemukan Dunn dan rekannya, menemukan hotspot tersebut lebih cerah saat badai matahari. Mereka berpikiran, angin matahari juga ikut ambil bagian dari fenomena ini dan membuat aurora Jupiter nampak lebih terang.
Penemuan hotspot Sinar-X Kutub Selatan Jupiter
Untuk menemukan hotspot aurora selatan, Dunn dan timnya menganalisis data yang dikumpulkan oleh dua teleskop ruang sinar-X dalam dua kesempatan berbeda. Jarak pengambilannya memiliki jeda 10 tahun. Pertama tahun 2007 kemudian diambil lagi pada 2016.
Saat itu, kedua kutub Jupiter terlihat dari Bumi.
Tim peneliti kemudian membandingan aktivitas hotspot selatan dan utara. Keduanya mencakup area yang lebih besar dari permukaan bumi.
Saat aurora selatan mengeluarkan cahaya seperti jarum jam, cahaya di utara justru kurang dapat diprediksi.
"Kadang kala berdenyut pada 45 menit, kadang 12 menit, dan kadang-kadang tidak tentu," ujar Dunn menjelaskan gerakan aurora di utara.
Peneliti melihat intensitas kedua aurora naik turun pada waktu yang berbeda.
Dunn mengatakan, denyut regular di kutub selatan yang terdeteksi timnya mungkin disebabkan oleh angin matahari yang menabrak bagian tertentu dari medan magnet planet Jupiter.
Hal ini menyebabkan ada getaran dan mengirim gelombang ke kutub selatan setiap 11 menit.
Partikel bermuatan dapat "berselancar" di atas gelombang dan bertabrakan dengan atmosfer planet untuk menghasilkan sinar aurora yang terang.
BACA: Kali Pertama, "Kilauan" Air Dideteksi pada Jupiter Panas
"Yang belum saya ketahui adalah bagaimana menemukan perbedaan antara kedua kutub ini. Ini aneh karena aurora seperti tanda tangan medan magnet. Apapun yang terjadi pada medan magnet akan memicu hal-hal terjadi di kedua kutub," sambung Dunn.
Wahana ruang angkasa Juno dapat memecahkan misteri aurora
Dunn mengatakan langkah selanjutnya dalam memecahkan misteri aurora Jupiter adalah membandingkan pengamatan kutub yang diambil oleh observatorium sinar-X dengan data ultraviolet dan inframerah dari pesawat luar angkasa Juno yang terbang di atas kutub selama 53 hari.
Sementara itu, Kedziora-Chudczer sepakat bahwa efek lokal di megnetosfer Jupiter dapat menyebabkan aurora bergerak dengan bebas.
"Jupiter adalah laboratorium plasma yang hebat, yang memungkinkan kita mengamati interaksi partikel berenergi tinggi dengan medan magnet yang kuat pada skala besar," katanya.
Kedziora-Chudczer berpendapat bahwa pengamatan aurora di semua gelombang yang diukur oleh Juno akan memberikan gambaran lengkap tentang interaksi aurora.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.