Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dwi Hartanto, Haruskah Kita "Menguliti" dan "Membunuhnya"?

Kompas.com - 09/10/2017, 20:36 WIB
,
Lutfy Mairizal Putra

Tim Redaksi

Sementara itu, Danang Birosutowo dari CNRS-Nanyang Technological University-Thales Research Alliance mengatakan, kasus Dwi menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah Indonesia.

Berulang kali, pemerintah Indonesia "jatuh cinta" pada orang dan sains yang salah. Ini tercermin dari kasus padi supertoy dan blue energy.

Pemberian kesempatan kepada Dwi Hartanto dalam ajang World Class Professor mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah pada peneliti.

Pemerintah kurang perhatian pada peneliti sehingga tidak mengenal apa yang dilakukannya dan akhirnya hanya tahu jika sang peneliti mempromosikan habis-habisan karyanya, yang bisa jadi bohong belaka.

Kasus padi supertoy, blue energy, dan Dwi Hartanto mencerminkan, pemerintah kurang mengecek kebenaran klaim seorang ilmuwan.

"Jarang melibatkan orang yang tepat untuk mengeceknya. Rata-rata mereka yang mengecek, biar pun doktor, hanya orang politik dan birokrasi," ungkapnya.

Adhitya dan Danang juga mengungkapkan, kasus Dwi merupakan pelajaran bagi jurnalisme sains yang kerap diwarnai klaim.

"Kalau klaim-klaim itu tidak disebarkan ke media, kan tidak perlu klarifikasi," kata Danang. "Penting konfirmasi pengecekan ke beberapa narasumber."

Mau Apa Setelah Kasus Dwi?

Adhitya yang sejak 2010 aktif di I4 dan menyebarkan kisah sukses ilmuwan Indonesia untuk menginspirasi publik mengungkapkan, "harus diakui kisah ini menjadi set back buat kita."

Ia menuturkan, mengumpulkan ilmuwan dan mengajak berkomunikasi pada publik bukan hal yang mudah. Drama dwi Hartanto dapat membuat minat ilmuwan berkomunikasi pada publik turun.

"Mereka bisa khawatir jika memberikan informasi kepada wartawan. Ilmuwannya khawatir dicap bohong. Padahal yang bohong cuma 1, yang beneran 1000," katanya. Menurutnya, kasus Dwi bisa jadi momentum perbaikan.

Adhit mengajak rekan-rekan ilmuwan untuk tidak patah arang dalam berkomunikasi dan menginspirasi publik.

Bagi pemerintah, kasus Dwi layak jadi momentum untuk meningkatkan perhatian pada sains serta melibatkan peneliti dalam pengambilan kebijakan.

Menurutnya, penghargaan pemerintah yang paling dibutuhkan peneliti adalah pemberian peran. Dengan memberikan peran, pemerintah akan mengenal karya-karya peneliti.

"Presiden dalam membuat kebijakan seyogyanya memperhatikan pandangan para ilmuwan, seperti halnya Presiden Obama yang setiap hari berkonsultasi dengan science advisornya," kata Satrio.

Terhadap Dwi Hartanto sendiri, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LT Handoko mengungkapkan bahwa publik dan ilmuwan tidak perlu mengutuk Dwi berlebihan.

"Sebaiknya kita biarkan Dwi kembali hidup tenang dan fokus meningkatkan diri untuk masa depannya," kata Handoko.

Baca Juga: Bagaimana Caranya agar Tak Muncul "Dwi Hartanto Baru" di Indonesia?


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau