Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Caranya agar Tak Muncul "Dwi Hartanto Baru" di Indonesia?

Kompas.com - 09/10/2017, 20:58 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com - Pada akhir 2016, nama Dwi Hartanto tiba-tiba mencuat di Indonesia. Pria tersebut sempat dielu-elukan sebagai "The Next Habibie" karena terlibat dalam dalam berbagai proyek teknologi besar, termasuk satelit TARAV7s dan sebuah satelit pesanan Airbus.

Namun, ternyata semua itu hanya bohong belaka.

Setelah mengakui kebohongan tersebut, hampir semua rakyat Indonesia marah dan mengutuk Dwi.

Bahkan, Presiden ke-3 Indonesia, BJ Habibie, sendiri sempat melontarkan pesan pedas ketika diminta menanggapi kasus Dwi.

Diwawancara Kompas.com pada hari ini (9/10/2017), Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI Dr Laksana Tri Handoko berkata bahwa kasus Dwi ini sebenarnya sudah sering terjadi di Indonesia.

"Pada banyak kasus, meski yang bersangkutan tidak secara proaktif dan vulgar seperti Dwi, tetapi mereka mendiamkan dan seolah menikmati," ujarnya.

Daripada mengutuk Dwi, Handoko berpendapat bahwa kasus ini seharusnya dijadikan waktu untuk bercermin.

Dia mengatakan, fenomena ini menunjukkan bahwa bangsa ini haus prestasi dan inspirasi, sehingga mudah termakan oleh hal yang sifatnya gegap gempita.

"Pada saat yang sama, ini menunjukkan bahwa literasi iptek bangsa Indonesia masih rendah," katanya.

Baca Juga: Dwi Hartanto, "The Next Habibie", Akhiri Kebohongan Besarnya

Untuk mencegah kejadian serupa, Handoko punya beberapa usulan.

"Pertama, media harus berhati-hati dan tetap melakukan cek dan ricek. Bila perlu ditanyakan ke pakar terkait untuk  mengetahui kebenaran dan level' klaim," katanya.

Lalu, media juga tidak diperbolehkan melakukan over-claimed atau ekspose, meski maksudnya untuk memberi apresiasi.

"Karena apresiasi yang tidak proporsional malah bisa menjatuhkan (yang bersangkutan)," imbuhnya.

Kemudian, ilmuwan yang bersangkutan sendiri juga harus mengingatkan media untuk tidak over claimed. Kalau perlu membuat klarifikasi dalam bentuk hal jawab.

Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Satrio Soemantri Brodjonegoro, mengatakan, "Perlu keteladanan ilmuwan yang ikhlas dalam berkarya untuk umat."

Ia menambahkan, pemerintah perlu menghargai profesi peneliti dengan memberikan pengakuan dan peran, misalnya dalam pengambilan kebijakan.

Mengenai Dwi sendiri, Handoko berpesan ke publik untuk tidak mengutuk Dwi. "Sebaiknya kita biarkan Dwi kembali hidup tenang dan fokus meningkatkan diri untuk masa depannya yang lebih panjang," pungkasnya.

Baca Juga: Kasus Dwi Hartanto, Haruskah Kita Menguliti dan Membunuhnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau