Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Plagiarisme di UNJ: Persekongkolan Akademisi dan Politikus

Kompas.com - 02/10/2017, 21:49 WIB

Usai terpilih, banyak pimpinan universitas tetap membangun hubungan dengan para pejabat publik dan politikus untuk memperkuat legitimasi kekuasaan serta memperluas peluang karier politiknya.

Para pimpinan universitas melakukan ini dengan memberikan gelar akademis kehormatan kepada para pejabat dan politikus. Sebaliknya, para profesor dan petinggi universitas atas jasanya juga memperoleh jabatan politik di luar kampus.

Mahmuddin Yasin, lulusan doktor UNJ yang menjabat Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, pada 2016 dianugerahi gelar guru besar tidak tetap di Fakultas Ekonomi UNJ. Pada tahun yang sama, Fakultas Ekonomi UNJ juga memberikan gelar guru besar tetap kepada Syarifudin Tippe, jenderal purnawirawan TNI Angkatan Darat yang merupakan alumni pascasarjana UNJ.

Tidak hanya UNJ, kampus-kampus besar lain juga berlomba-lomba menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa kepada para pejabat dan politikus.

Murah hatinya universitas memberi gelar doktor kehormatan ini berbanding lurus dengan jabatan politik–seperti menjadi komisaris BUMN–yang banyak diobral untuk para petinggi (dan eks petinggi) kampus di berbagai perguruan tinggi, termasuk UNJ.

Wakil Rektor I Bidang Akademik UNJ, Muchlis Rantoni Luddin, misalnya, telah ditunjuk sebagai komisaris BUMN PT Adhi Karya, perusahaan negara yang bergerak di bidang konstruksi. Rektor UNJ periode sebelumnya, Bedjo Sujanto, juga telah menjabat komisaris BUMN Perum Jasa Tirta II, perusahaan negara yang bergerak di bidang pemanfaatan air.

Hilangnya etika

Kasus-kasus di atas mengisyaratkan bahwa kedudukan politik para akademisi, dan sebaliknya gelar-gelar akademik para pejabat dan politikus diraih dengan imbalan kekuasaan, jabatan, atau materi.

Ini menjelaskan mengapa etika dan prinsip akademis diabaikan dalam meloloskan disertasi para pejabat publik seperti yang diduga terjadi di UNJ. Lolosnya beberapa disertasi pejabat yang diduga memuat unsur plagiarisme mengindikasikan bahwa para promotornya juga terlibat dalam persekongkolan tersebut.

Dengan kata lain, kasus dugaan plagiarisme yang melibatkan banyak pejabat publik seperti di UNJ tidak bisa semata-mata dipahami sebagai masalah individual akibat lemahnya karakter, kejujuran, dan integritas akademik mahasiswa.

Masifnya kasus ini dapat terjadi karena kampus kurang berdaya dalam menentukan jalannya tradisi akademis karena luasnya kontrol negara. Akibatnya, para pejabat universitas yang berambisi mengejar kekuasaan, jabatan, dan materi tergiur untuk bersekongkol dengan politikus dengan menjual integritas akademis.

Persoalan ini hanya mungkin diatasi dengan menegakkan otonomi kampus. Fungsi kampus sebagai produsen pengetahuan harus dikembalikan melalui penghapusan segala bentuk intervensi negara terhadap universitas tanpa meniadakan tanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan.

*PhD Candidate in Politics at the Asia Institute, University of Melbourne

Artikel ini pertama kali terbit di The Conversation


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com