Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelajaran Berharga Mitigasi Tsunami Jepang untuk Indonesia

Kompas.com - 11/03/2016, 13:08 WIB

Mitigasi struktural yang mengandalkan bangunan rigid seperti tembok laut, breakwater, tanggul dan lain-lain seharusnya hanya digunakan untuk membantu mengurangi dampak tsunami dengan periode ulang kecil dari 50 tahun dan dengan ketinggian maksimum tidak lebih dari 5 m.

Hal ini dikarekanakan oleh fakta bahwa umur suatu struktur rigid seperti tembok laut, tanggul dan lain-lain berkisar antara 30-50 tahun. Lebih dari itu, struktur tersebut membutuhkan penguatan yang akan meningkatkan biaya pemeliharaan dengan kekuatan yang juga semakin menurun.

Untuk tsunami dengan periode ulang 50-300 tahun, pendekatan struktur alami seperti hutan pantai bisa dijadikan pilihan. Akan tetapi, meskipun struktur ini bisa bertahan sampai 400 tahun seperti halnya hutan pantai yang ada di pesisir Tohoku yang dibangun sejak tahun 1611, kemampuan struktur ini dalam menahan tsunami juga terbatas sampai dengan tsunami dengan ketinggian maksimum 5 m.

Untuk tsunami dengan periode ulang supercycle atau lebih dari 500 tahun, pada dasarnya tidak ada struktur buatan manusia yang mampu menahannya.

Ini adalah prinsip dasar yang harus dipahami bahwa untuk tsunami diatas 20 m, sampai saat ini tidak ada satu struktur pun yang akan mampu menahan dampak dari hantaman energi gelombang tsunami. Upaya mitigasi yang paling cocok untuk tsunami jenis ini hanyalah evakuasi ke tempat yang tidak terkena dampak tsunami.

Implikasi dalam tata ruang paska bencana

Perubahan paling mendasar paska tsunami tahun 2011 adalah tata ruang di kawasan paska bencana.

Kawasan tsunami level 1 menjadi kawasan yang bebas dari pemukiman. Artinya di masa depan tidak akan ada bangunan kecuali dengan peruntukkan pariwisata di kawasan tsunami level 1.

Di Indonesia, kawasan tsunami level 1 mungkin bisa diidentikkan dengan kawasan sempadan pantai yang seharusnya hanya diperuntukkan untuk kawasan konservasi atau pariwisata.

Penentuan luasnya kawasan tsunami level 1 di Jepang ditentukan dari catatan tinggi tsunami tahun 2011, jika tsunami memiliki ketinggian lebih dari 2 m, maka secara otomatis kawasan tersebut termasuk kawasan tsunami level 1.

Pemilihan batas ketinggian 2 m didapatkan dari data kerusakan bangunan di seluruh kawasan yang terdampak tsunami tahun 2011 bahwa bangunan yang berada di kawasan genangan tsunami dengan ketinggian lebih dari 2 m pada umumnya hancur diterjang oleh tsunami.

Di kawasan tsunami level 1 ini selanjutnya akan dijadikan kawasan buffer dengan peruntukkan sebagai kawasan konservasi dan pariwisata pantai. Di daerah ini dibangun hutan pantai yang fungsinya untuk menahan tsunami diperkuat dengan pembangunan bukit-bukit buatan hasil dari pengumpulan debris tsunami sehingga hutan pantai yang baru berdiri diatas bukit buatan dengan ketinggian 3-7 m (Gambar 2).

Di lokasi yang sama juga dibangun lintasan berkuda dan jogging track hingga fasilitas wisata pantai yang lain sehingga kawasan ini tetap terjaga dan dapat diakses oleh masyarakat luas.

- Gambar 2. Konsep hutan pantai dengan penguatan menggunakan bukit buatan.

Kawasan tsunami level 2 diperuntukkan sebagai kawasan dengan penggunaan terbatas dalam arti kawasan ini masih tertutup untuk pemukiman akan tetapi diperbolehkan bagi pertanian dan industry dengan syarat bangunan harus tahan gempa dan paling tidak struktur bangunan memungkinkan ruang air untuk lewat sehingga daya hantaman gelombang berkurang.

Pelajaran untuk Indonesia

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Bisakah Serigala dan Rubah Kawin Silang? Ini Jawaban Ilmiahnya
Oh Begitu
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Satelit “Zombie” NASA Kembali Hidup, Pancarkan Sinyal Radio Setelah 60 Tahun Mati Total
Oh Begitu
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Teleskop Webb Ungkap Rahasia Materi Gelap di Zona Tabrakan Kosmik
Fenomena
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Peneliti Temukan Saklar Kolesterol, Harapan Baru Cegah Penyakit Jantung, Diabetes, dan Kanker
Kita
Mengapa Kura-Kura Melakukan Pose Superman? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Mengapa Kura-Kura Melakukan Pose Superman? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Oh Begitu
Apa yang Terjadi Jika Kita Mencoba Mendarat di Planet Gas Raksasa?
Apa yang Terjadi Jika Kita Mencoba Mendarat di Planet Gas Raksasa?
Oh Begitu
Fosil Kepala Amfibi Raksasa Ditemukan di Texas, Mirip Karakter Film ‘Toy Story’
Fosil Kepala Amfibi Raksasa Ditemukan di Texas, Mirip Karakter Film ‘Toy Story’
Fenomena
Apa yang Terjadi di Otak Seorang Psikopat? 
Apa yang Terjadi di Otak Seorang Psikopat? 
Kita
Ditemukan, Bukti Ledakan Bintang Ganda yang Mengubah Pemahaman Alam Semesta
Ditemukan, Bukti Ledakan Bintang Ganda yang Mengubah Pemahaman Alam Semesta
Oh Begitu
Evolusi Mamalia Tak Sesederhana yang Kita Duga, Fosil Baru Ubah Ceritanya
Evolusi Mamalia Tak Sesederhana yang Kita Duga, Fosil Baru Ubah Ceritanya
Oh Begitu
Genus Baru Laba-Laba Pelompat yang Ahli Berkamuflase Ditemukan di Selandia Baru
Genus Baru Laba-Laba Pelompat yang Ahli Berkamuflase Ditemukan di Selandia Baru
Fenomena
Jus Jeruk Bali Bisa Mematikan? Ini Fakta Ilmiahnya
Jus Jeruk Bali Bisa Mematikan? Ini Fakta Ilmiahnya
Oh Begitu
Apakah Kita Benar-Benar Membutuhkan Amandel? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Apakah Kita Benar-Benar Membutuhkan Amandel? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Oh Begitu
Temuan Mengejutkan: Paus Pembunuh Gunakan Rumput Laut sebagai Alat Perawatan Diri
Temuan Mengejutkan: Paus Pembunuh Gunakan Rumput Laut sebagai Alat Perawatan Diri
Fenomena
Sering Mimpi Buruk Tingkatkan Risiko Kematian Dini Sebelum 75 Tahun
Sering Mimpi Buruk Tingkatkan Risiko Kematian Dini Sebelum 75 Tahun
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau