Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnubrata
Assistant Managing Editor Kompas.com.

Wartawan, penggemar olahraga, penyuka seni dan kebudayaan, pecinta keluarga

Memaknai Gerhana Matahari, yang Kita Lupakan dari Bintang Kita

Kompas.com - 08/03/2016, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Maka, sedikit menggelikan bahwa bintang kecil kita itu dulu pernah disembah oleh banyak orang. Dalam budaya Aztec, manusia bahkan dikurbankan untuk dewa matahari, Huitzilochti.

(Lihat: Gerhana, Sang Surya Lintas Masa)

Namun, perkembangan ilmu pengetahuan juga menunjukkan kepada kita betapa istimewanya matahari. Ukuran, jarak, dan jenisnya begitu unik sehingga memungkinkan adanya kehidupan di bumi. Bila ia terlalu besar, terlalu dekat, atau terlalu panas, maka kehidupan akan hangus karenanya.

Sebaliknya, jika matahari kita terlalu jauh dari bumi, atau terlalu kecil dan lebih dingin, maka tidak juga ada kehidupan bertahan. Bisa jadi bumi akan sedingin dan segelap Pluto jika itu terjadi.

Mengapa unik? Sebab, sejauh ini kita belum menemukan kombinasi antara bintang dan planet yang serupa dengan hubungan matahari dan bumi sehingga ada kehidupan di sana.

Mengingat luasnya semesta, banyak ilmuwan menduga ada kehidupan lain selain di bumi ini. Namun, bukti konkretnya belum ada sampai hari ini.

Matahari, tak disangkal, telah “memberi kehidupan” pada makhluk bumi. Selain memberi cahaya dan kehangatan, matahari memungkinkan banyak proses terjadi. Fotosintesis tanaman hanya mungkin terjadi bila ada matahari, dan tanaman adalah sumber pangan bagi hewan dan manusia.

Begitu istimewanya, sampai astronom Galileo Galilei berujar, “Matahari, dengan semua planet yang mengelilingi dan bergantung padanya, tetap bisa membuat sedompol anggur menjadi ranum seakan-akan ia tidak memiliki pekerjaan lain di dunia.”

***

Hari-hari ini matahari kembali mendapat perhatian berkaitan dengan terjadinya gerhana pada Rabu (9 Maret 2016) esok. Fenomena ini selayaknya disikapi berbeda dibanding gerhana tahun 1983.

Banyak orang mengingat, saat gerhana matahari total terjadi tahun 1983, pemerintah meminta warga untuk berada di rumah dan menutup rapat-rapat semua lubang yang memungkinkan sinar matahari masuk untuk mengindari dampak buruk seperti kebutaan, hingga anak-anak diminta bersembunyi di kolong meja.

(Baca: Dosa Pemerintah Tak Boleh Terulang)

Padahal, gerhana yang terjadi tahun 1983 boleh jadi kesempatan berharga karena lama fasenya mencapai 3-5 menit, sedangkan gerhana yang akan terjadi pada 9 Maret 2016 hanya 1-3 menit.

Berdasarkan arsip harian Kompas, gerhana tahun 1983 mendapat pengakuan sebagai gerhana terindah yang pernah disaksikan para ahli saat itu.

Pemerintah Orde Baru saat itu memang gencar melarang warga melihat langsung gerhana matahari total.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com