Sumber daya manusia juga merupakan tantangan. Di NHK, ada 10 social media specialist yang bertugas menganalisis tren di media sosial dan membantu untuk memanen data darinya, bukan cuma menge-tweet berita. Bagaimana dengan media lain?
Masa depan
Bagaimana rupa jurnalisme masa depan, terutama di Indonesia? Apakah jurnalisme data itu akan menjadi tren? Apa yang terjadi pada profesi wartawan dan media? Bahkan lebih mendasar, apakah jurnalisme masih akan tetap ada?
Sejumlah jurnalis dan pengajar jurnalisme yang hadir dalam WCSJ 2015 mengungkap bahwa dengan adanya banyak data sekaligus pelatihan mengolah data, jurnalisme data akan dan harus berkembang di semua negara.
Perubahan pada profesi wartawan pasti akan terjadi. Pelatihan jurnalisme data yang kini membidik wartawan membuat profesi wartawan pada masa depan mungkin tak cuma meliput, tetapi juga memanen dan menganalisis data.
Kualitas dan larisnya berita pada masa depan tak cuma bergantung pada kemampuan wartawan mengejar narasumber dan mendapatkan kutipan nendang, tetapi juga kejelian membaca data dan kemahiran menggunakan komputer dengan tools pintarnya untuk mendapatkan fakta wow dari data.
Namun, perkembangan itu hanya akan ada jika jurnalisme itu masih eksis. Dan Fagin, profesor jurnalisme di New York University, mengungkapkan betapa jurnalisme, bahkan di Amerika Serikat, baik cetak, online, maupun televisi, mengalami kemunduran.
Era digital yang memunculkan media online berikut perubahan budaya masyarakat dalam mengonsumsi berita memengaruhi artikel-artikel media yang menurut Fagin kini "banyak sekali yang sangat buruk hanya untuk mengejar hits".
Fagin tak sepenuhnya menyalahkan upaya mengejar hits, tetapi sangat penting bagi media untuk berinvestasi dalam jurnalisme yang sebenarnya. Dia mencontohkan apa yang dilakukan oleh Buzzfeed.
"Anda mungkin menjumpai artikel-artikel yang sangat crappy di Buzzfeed dan hitsnya besar serta viral. Tetapi, mereka sekarang juga berinvestasi pada jurnalisme," ujar Fagin kepada Kompas.com.
Apakah media-media online harus meniru langkah Buzzfeed, mengejar hits untuk mendapatkan uang sehingga bisa berinvestasi pada jurnalisme? Fagin mengatakan, "Ini bukan jawaban yang terbaik, tetapi bisa jadi memang harus seperti itu."
Kemunduran media cetak yang terjadi di banyak negara, kata Fagin, seharusnya tidak terjadi di Indonesia. "Literasi di Indonesia tumbuh dan Indonesia punya demokrasi yang masih muda. Seharusnya media cetak di Indonesia juga tumbuh seperti di India," katanya.
Namun, jika memang mundur, Fagin mengungkapkan, "Sebaiknya perhatian bukan pada melestarikan satu platform jurnalisme itu, tetapi pada jurnalisme itu sendiri."
Konferensi wartawan lain sains, Kavli Symposium on the Future of Science Journalism I di Chicago pada Februari 2014 lalu, membahas banyak hal tentang perkembangan jurnalisme. Pembahasan tidak hanya berkutat pada kualitas berita, tetapi juga sampai pada model bisnis media sehingga bisa berkelanjutan.
Sudahkah stakeholder jurnalisme di Indonesia membicarakan hal-hal yang beyond konten?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.