Malapetaka Besar akibat Merkuri Mengancam Indonesia

Kompas.com - 20/04/2015, 20:50 WIB

Kasus lain terkait logam berat merkuri dijumpai di Kenjeran, Surabaya. Air sungai tercemar limbah merkuri dari industri.

"Sebanyak 80 persen anak di Kenjeran mengalami slow learning," ungkap Daru Setyo Rini dari Ekoton. Seumlah kasus kanker yang terjadi pada anak-anak diduga juga terkait dengan logam berat mematikan.

Ratifikasi Konvensi Minamata

Jumlah kasus keracunan merkuri yang terdata Bali Fokus bisa jadi merupakan puncak gunung es. Kasus lainnya mungkin masih banyak.

Untuk penambangan emas skala kecil saja, Indonesia punya 800 hotspot. Belum lagi, sektor yang menyumbang emisi merkuri di Indonesia bukan hanya tambang emas skala kecil, tetapi juga penambangan batubara, eksplorasi minyak dan gas, hingga pemakaian krim pemutih.

Merkuri bisa terdapat dalam dua bentuk, sebagai unsur dan sebagai merkuri anorganik berwujud metil merkuri.

Merkuri dalam bentuk unsur bisa dikeluarkan dari tubuh lewat feses. Namun, tidak dengan metil merkuri yang dihasilkan lewat pembakaran. Senyawa itu akan terakumulasi, menyebabkan kecacatan.

Merkuri bisa masuk ke air, terakumulasi dalam tubuh ikan, sayuran, dan lainnya hingga akhirnya masuk ke manusia.

Salah satu sebab besarnya pemakaian merkuri di Indonesia adalah peredarannya yang bebas tak terkendali. "Sangat mudah menemukan toko yang menjual merkuri di kota-kota," kata Yuyun.

Upaya untuk mencegah malatepataka akibat merkuri sebenarnya sudah ada, lewat Konvensi Minamata.

Konvensi telah ditandatangani oleh 128 negara dan diratifikasi 10 negara. Konvensi bisa diterapkan bila telah diratifikasi oleh 50 negara. "Indonesia sudah menandatangani tapi belum meratifikasi," ungkap Yuyun.

Yuyun mendesak pemerintah untuk meratifikasi konvensi tersebut dan menyusun rencana aksi dan implementasi pengendalian merkuri.

Indonesia pada tahun 2010 disinyalir mengimpor 190 ton merkuri namun data mengungkap bahwa impornya hanya 2 ton. Sementara tahun 2013, Indonesia diprediksi mengimpor 270 ton merkuri namun hanya menyatakan mengimpir 1,7 ton.

Bila meratifikasi konvensi, salah satu yang harus dilakukan Indonesia adalah menghentikan impor merkuri.

Peraturan Kementerian Perdagangan nomor 15 tahun 2014 sebenarnya telah melarang perdagangan merkuri. Namun, aturan tersebut sampai saat ini tidak dijalankan. Perdagang masih berlangsung tanpa pengawasan.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau