Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Aceh Merdeka dari Amukan Gajah Sumatera

Kompas.com - 22/02/2015, 16:01 WIB

Syamsuardi, Kepala Mitigasi Konflik Gajah-Harimau WWF Indonesia, memaparkan, "Prinsip pengusiran, tidak boleh ada gajah dan manusia yang menjadi korban. Jaga kekompakan, semua saling menggadaikan nyawa saat menghadapi gajah."

Korban jiwa saat penghalauan terjadi karena kurangnya pemahaman. Dalam kasus tewasnya Hasan Basri, Symasuardi mengatakan, kesalahannya terletak pada pengepungan. "Kalau dikepung, gajah malah bingung, tidak tahu harus bergerak ke mana."

Menurut dia, penghalauan gajah harus menyisakan ruang bagi gajah untuk bergerak ke arah yang tepat. Selain itu, penghalau harus sabar, tenang, tidak boleh berada pada jarak terlalu dekat dengan gajah.

"Ketika menghadapi gajah, tenang. Perhatikan telinganya. Gajah akan menegakkan telinga saat berhadapan dengan manusia. Dia pun perlu berpikir apa yang harus dilakukan. Tunggu sampai gajah mengibaskan telinganya," ungkap Symasuardi.

Begitu gajah tenang, penghalauan dilakukan. Jarak manusia dengan gajah harus dijaga agar tak ada yang menjadi korban kepanikan gajah. Symasuardi juga mengajak warga untuk tidak menggunakan baju warna terang dan tak mengusir gajah pada malam hari.

Penghalauan gajah berbasis suara. Namun, sumber suara perlu diperhatikan sehingga efektif mengusir gajah. Suara harus keras, memberi petunjuk pada gajah untuk lari ke arah yang tepat, serta tidak memicu kepanikan gajah.

Mercon, kata Syamsuardi, sebenarnya menghasilkan suara keras. "Tapi ledakannya berkali-kali. Gajah malah panik dan terus berlari kalau mendengar. Akhirnya malah tidak ke tempat yang tepat," jelasnya.

Meriam merupakan sumber suara yang tepat. Bukan meriam betulan, melainkan meriam karbit yang berbahan pipa pralon. Syamsuardi mengungkapkan, penghalauan gajah sumatera dengan meriam terbukti efektif berdasarkan pengalaman di Riau.


Setelah Selasa lalu mengikuti teori, Rabu warga Aceh yang mengikuti pelatihan mulai praktik di Manderek. Mereka mulai membuat meriam karbit untuk senjata dan menguji coba untuk pertama kalinya.

Pipa pralon dengan diameter 3 inci dipotong. Salah satu sisi dilubangi dan disambungkan dengan tabung logam yang diberi lubang berbentuk persegi panjang. Tali digantung untuk mempermudah warga mengalungkan meriam karbit di pundak.

Symasuardi memberikan petunjuk. "Isi tabung dengan air hingga dua pertiga. Jangan terlalu penuh. Lalu masukkan karbitnya. Tutup rapat tabung besi. Jangan ragu-ragu, nanti malah tangan terbakar," katanya dengan lantang.

Sejurus kemudian, warga termasuk si Pak Haji mengikuti aba-aba. Korek dinyalakan. Reaksi antara karbit dan air berlangsung. Ledakan dari 10 meriam karbit pun terdengar. Ada yang luar biasa keras seperti dari meriam Pak Haji, ada yang tanggung.

Syamsuardi mengevaluasi. Ia mengingatkan untuk menutup rapat lubang pada tabung besi agar suara keras terdengar dan tangan tak terbakar. Tangan satu warga sudah sedikit terbakar saat itu.

Warga pun mulai praktik lagi. Duar! Duar! Duar! Kali ini lebih mantap. Syamsuardi dan warga tertawa sekaligus menutup telinga. "Perang lagi ini, perang lagi," cetus salah satu warga disambut dengan tawa yang lain.

Penghalauan gajah memang ibarat perang, gerakan Aceh merdeka dari amukan gajah sumatera. Bunyi meriam karbit saat pelatihan pada Rabu lalu menjadi tanda permulaan perang yang tak biasa itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com