Sementara yang lain merusak, sebagian warga di Trowulan justru mampu menghasilkan uang dengan memanfaatkan citra Trowulan sebagai ibu kota Majapahit. Hal ini dilakukan tanpa menghambat upaya pelestarian situs cagar budaya.
Contohnya, yang dilakukan Sunadi (42), pembuat kerajinan kuningan di Desa Bejijong, Trowulan. Sunadi membuat kerajinan dari logam kuningan yang berbentuk patung Buddha, patung Ganesha, dan gajah berukuran 5-75 cm.
Hasil kerajinannya dijual seharga Rp 10.000-Rp 275.000 ke Denpasar, Bali. Omzet penjualannya mencapai Rp 44 juta per bulan, yang dikurangi untuk menggaji 15 pegawainya.
Begitu juga yang dilakukan Heri (33), perajin patung batu di Desa Jati Pasar, Kecamatan Trowulan. Heri mampu membuat empat patung batu yang dijualnya ke Bali dengan penghasilan Rp 3 juta per bulan.
Tindakan warga yang menjual satu per satu benda cagar budaya bukan tanpa sebab. Upaya pelestarian cagar budaya perlu dibarengi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat dan penegakan hukum yang tegas.