Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trowulan dalam Kepungan Pragmatisme

Kompas.com - 08/12/2012, 01:45 WIB

Tidak hanya Yudi yang menggadaikan peninggalan sejarah demi urusan periuk nasi. Terdapat ratusan pembuat batu bata yang berperilaku serupa. Peneliti pun kadang tak berdaya menghadapi hal semacam ini.

Yusmaini Eriawati, peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional (Arkenas), mengaku pernah bingung dengan keberadaan sebuah situs cagar budaya yang ditemukannya. Struktur bangunan kuno yang dia teliti lenyap karena dijual perajin batu bata.

Hal itu bermula saat sejumlah peneliti Pusat Arkenas menemukan struktur batu bata kuno di dua lokasi berbeda di dekat Candi Brahu, Desa Bejijong, Trowulan, pada 2004. Dua tahun kemudian, struktur yang menyerupai saluran air itu lenyap saat Eriawati kembali ke lokasi itu untuk pendataan.

”Yang satu hilang karena diambil para pembuat batu bata di dekat situ. Satunya lagi hilang terlindas traktor saat menyiapkan lahan untuk tebu,” ujarnya.

Arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, Danang Wahyu Utomo, mengakui bahwa ancaman terbesar dalam upaya pengungkapan Kerajaan Majapahit di Trowulan adalah industri batu bata yang kian menjamur.

Kendati demikian, pihaknya tak bisa berbuat banyak karena ribuan warga menggantungkan hidup dari pembuatan batu bata tersebut. ”Yang bisa kami lakukan adalah menumbuhkan rasa memiliki terhadap Trowulan agar warga tidak merusak. Kalau bisa, tanahnya saja yang diambil, jangan batu bata kunonya,” kata Danang.

Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Mundardjito menilai, daerah Trowulan seluas 99 kilometer persegi mendesak dijadikan kawasan cagar budaya karena banyak peninggalan Majapahit yang hilang dan rusak.

Penetapan kawasan cagar budaya ini sesuai dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. ”Saat ini, sekitar 75 persen tanah yang merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit sudah rusak,” kata Mundardjito.

Pengajar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Surabaya, Hanan Pamungkas, menilai, penggalian dan penelitian arkeologis seolah berpacu dengan kerusakan yang terjadi di tanah Trowulan akibat industri batu bata tersebut.

Tanpa ada langkah cepat dari pemerintah daerah dan pusat, kerusakan tak terhindarkan dan semakin banyak data sejarah yang hilang tak bersisa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com