Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Irisan Kecil, Menjawab Perubahan Iklim

Kompas.com - 28/11/2012, 05:38 WIB

Tiga puluh tahun kemudian, 1988, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) untuk melakukan penelitian pada fakta-fakta ilmiah perubahan iklim. Ilmuwan yang berkontribusi pada proses penelitian IPCC ada lebih dari 2.000 orang. Mereka datang dari berbagai disiplin ilmu.

Hasil penelitian IPCC meliputi fakta ilmiah terkait klimatologi, meteorologi, sampai ke persoalan sosial dan ekonomi.

Kesepakatan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK)—terdiri atas enam gas, termasuk gas karbon dioksida—lahir pada 1992 dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro. Dengan janji tidak mengikat, negara-negara sepakat mengurangi emisi hingga ke level tahun 1990 pada tahun 2000. Target ini tak pernah tercapai.

Merunut sejarah emisi karbon hingga ke era industri, lahirlah prinsip ”common but differentiated responsibility”. Tahun 1997, negara industri diberi kewajiban mengurangi emisi GRK-nya setidaknya rata-rata 5 persen di bawah level emisi tahun 1990. Kewajiban itu diatur dengan Protokol Kyoto.

Tahun 2007, IPCC menyatakan, mereka yakin 90 persen (setidaknya) bahwa pemanasan global selama 50 tahun disebabkan oleh ulah manusia. Disebutkan, pemanasan Bumi ternyata ”jelas (terjadi)” atau ”tidak diragukan” (unequivocal).

Tahun 2009, tiga tahun sebelum Protokol Kyoto periode pertama habis masa berlakunya, tidak ada kesepakatan mengikat pada Konferensi Perubahan Iklim PBB di Kopenhagen. Bahkan, tidak ada kesepakatan apakah melanjutkan protokol atau tidak. Wakil dari 193 negara hanya ”mencatat” tekad melawan perubahan iklim.

Ketika temuan-temuan ilmiah dan data bencana iklim terus bertambah, konferensi perubahan iklim justru sebaliknya, stagnan. Negara berkembang, yang kebanyakan rentan bencana akibat iklim ekstrem, pada konferensi perubahan iklim di Durban tahun 2011 dibebani kewajiban serupa, yaitu mengurangi emisi. Lahirlah Durban Platform yang berisi kesepakatan negara-negara untuk merundingkan rezim baru pengganti Protokol Kyoto hingga tahun 2015. Protokol baru tersebut akan berlaku mulai 2020.

Berkelindan secara rumit

   Sampai sekarang IPCC terus bertugas. Mereka bahkan menerbitkan sebuah laporan terkait cara-cara mengelola risiko dari bencana ekstrem dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Bencana iklim dipengaruhi faktor sosial, ekonomi, serta semua faktor fisik dan kebijakan.

  Namun, makin nyata bahwa ilmu pengetahuan tidaklah berada di ruang hampa. Persoalannya bukan pada pembatasan ruang (spasial) dan waktu (temporal). Kerangka pembatas itu bernama: kepentingan politik dan ekonomi dan turunannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com