Kegemukan dan konstruksi lingkungan
Menurut Safarina, kegemukan yang dijumpai pada manusia perkotaan perlu dicermati. Kegemukan bisa terjadi akibat perubahan lingkungan dan gaya hidup yang selanjutnya memunculkan tekanan bagi manusia sehingga memberi pengaruh genetik, memacu proses evolusi.
Hal tersebut terkait dengan suatu teori yang disebut niche construction. Teori yang saat ini masih banyak diperdebatkan tersebut menempatkan manusia bukan saja sebagai objek tak berdaya dalam seleksi alam dan evolusi, tetapi subjek yang aktif melakukan perubahan lingkungan hingga akhirnya mempengaruhi dirinya sendiri.
“Kalau evolusi biasa, itu kan lingkungan lalu berpengaruh ke seleksi alam, mengubah gene pool lalu berkembang menjadi kultur dan diteruskan ke bawah terus menerus. Kalau niche construction, gene pool dan kultur bisa kembali lagi mengubah lingkungan, lalu bisa diturunkan lagi,” papar lulusan Monash University, Australia itu.
Beberapa bukti kebenaran teori niche construction bisa dilihat. Misalnya kemunculan gen yang berperan dalam penyerapan laktosa susu. Masyarakat yang tinggal di Mediterania, memiliki kebudayaan beternak dan memerah susu, mengembangkan gen yang secara spesifik mendukung penyerapan laktosa. Pada populasi lain, gen ini hanya aktif saat manusia masih bayi dan mengkonsumsi air susu ibu. Namun, pada masyarakat Mediterania, gen ini dipertahankan hingga dewasa karena tetap minum susu.
Bukti lain adalah sickle cell anemia atau sel darah merah yang mengalami mutasi sehingga berbentuk bulan sabit. Mutasi tersebut bukan terjadi tanpa sebab. Mulanya, mutasi terjadi karena masyarakat Afrika mulai mengembangkan pertanian. Pengembangan pertanian memicu genangan air sawah yang selanjutnya berpotensi sebagai tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk pembawa Malaria. Mutasi harus dilakukan agar manusia selamat dari kematian dan kepunahan akibat penyakit tersebut hingga kemudian berkembanglah sickle cell anemia yang resisten terhadap Malaria.
Di Bali, niche construction juga terjadi dengan pengembangan pura air dan sistem irigasi yang disebut subak. Sistem tersebut menurut prasasti yang ada (Bebetin dan Sukawana) sudah berkembang sejak 1.000 tahun yang lalu. Sistem tersebut menciptakan kemapanan karena bisa menjamin ketersediaan air sehingga pertanian bisa dilakukan. Selain itu, sistem subak juga menciptakan kemapanan genetik, manusia Bali secara khusus memiliki genetic background yang cocok untuk gaya hidup sebagai petani.
Namun, perubahan kini mulai terjadi. Konstruksi lingkungan Bali yang baru telah berlangsung. Ekonomi Bali yang semula ditopang oleh sawah kini ditopang oleh hotel dan pantai eksotis. Resort mewah dibangun hingga ke desa-desa. Lahan pertanian dikonversi menjadi resort mewah. Dan, yang paling mencolok terjadi di Legian, dimana sawah hampir tak tersisa, berubah menjadi hotel dan klub malam.
“Yang paling banyak berubah adalah orang-orang di daerah turisme, misalnya Legian. Mereka dulu biasanya ke ladang atau laut, sekarang tidak. Gaya hidup mereka berubah. Sekarang jadi lebih banyak duduk-duduk di toko menunggu pembeli,” jelas Safarina.
Apakah kegemukan yang terjadi di manusia Bali perkotaan adalah hasil niche construction? Bisa jadi. Namun, kesimpulan tersebut masih perlu diteliti lebih jauh dan tak bisa dilakukan dalam sekejap mata. Perubahan genetik selalu berlangsung belakangan sehingga dampaknya baru bisa dilihat ratusan atau ribuan tahun mendatang. Selain itu, diperlukan sampel yang berjumlah besar untuk melihat hal tersebut.
Beberapa bukti genetik