Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evolusi Manusia Bali

Kompas.com - 30/12/2011, 05:37 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Evolusi berlangsung selama ribuan tahun. Dan, kini proses tersebut diam-diam sedang berlangsung di Pulau Dewata.

Safarina G Malik, peneliti senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dan timnya tengah mempelajari evolusi yang terjadi pada manusia Bali, yang ditengarai berubah lebih gemuk. Ia mengamati beberapa parameter penanda kegemukan seperti Indeks Massa Tubuh (BMI), Lingkar Perut (WC), Kadar Gula Darah, serta Glukosa Puasa (FPG).

Indeks Massa Tubuh adalah suatu parameter yang dipakai untuk menggolongkan manusia dalam kategori berat badan kurang, normal atau berlebih. Indeks tersebut didapatkan lewat perkalian berat badan dengan tinggi badan per seratus yang dikuadratkan.

Penelitian dilakukan di empat tempat yang merepresentasikan kawasan pedesaan dan perkotaan. Kawasan Legian merepresentasikan kawasan perkotaan sementara kawasan Pedawa, Penglipuran dan Nusa Ceningan menjadi representasi kawasan pedesaan. Keempat kawasan tersebut dipilih karena merupakan desa Bali asli.

Hasil penelitian penunjukkan bahwa manusia Bali perkotaan lebih gemuk. “Orang Bali urban walaupun umurnya muda-muda tapi punya BMI yang tinggi. Ini artinya mereka lebih gemuk,” kata Safarina.

BMI orang Bali perkotaan sebesar 26 sementara orang Bali pedesaan sebesar 23. Bagi orang Asia, angka 25 merupakan angka keramat. Bila BMI melebihi angka tersebut, maka seseorang sudah dikatakan kegemukan.

Selain BMI, lingkar perut manusia Bali perkotaan lebih besar daripada Bali pedesaan.  Tercatat, lingkar perut orang Bali perkotaan adalah 89 -/+ 11 sementara Bali pedesaan adalah 80 -/+ 11. Besarnya lingkar perut merujuk pada akumulasi lemak di daerah tersebut.

Sejauh ini, meski BMI dan WC besar, gula darah dan gula darah puasa pada manusia Bali perkotaan belum menunjukkan peningkatan siginifikan.

“Tapi, kalau dilihat dari trigliserida dan HDL (High Density Lipoprotein), orang Bali urban mulai kelihatan tidak sehat. Trigliserida mereka tinggi dan HDL-nya rendah,” imbuh Safarina saat ditemui Kompas.com Jumat (23/12/2011) lalu.

Trigliserida adalah lemak, terdiri dari asam lemak dan gliserol. Kadar trigliserida tinggi bisa berdampak pada penumpukan lemak di pembuluh darah maupun jaringan lain. HDL seringkali dikenal sebagai kolesterol baik, berperan membersihkan tumpukan lemak pada pembuluh darah. Dengan berkurangnya HDL, maka fungsi pembersihan kurang efektif.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau