Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krakatau Ibarat Buku Kehidupan

Kompas.com - 01/12/2011, 16:40 WIB

Biji tumbuhan pantai biasanya dilindungi alat apung alami yang membuatnya bisa menyeberangi lautan. Misalnya, kulit buah keben yang kedap air dan berisi spons untuk mengapung. Setelah mendarat di pantai, kulit buah itu akan terdegradasi sehingga air bisa masuk dan merangsang biji keben untuk berkecambah.

Tumbuhan-tumbuhan pionir itu mampu hidup di lingkungan ekstrem yang sedikit unsur hara dan terbatas air. "Tanaman pionir biasanya berumur pendek, cepat tumbuh, daunnya lebar, dan sistem perakarannya dalam. Pemencarannya efektif, begitu sampai dan lingkungan memungkinkan untuk hidup, dia pun cepat bertumbuh," ujar Tukirin.

Benih lain yang sampai di pantai, tetapi bukan merupakan tanaman pionir, tidak akan tumbuh. Tukirin lalu memungut buah nipah yang tergeletak di pesisir. "Ini tidak akan dapat bersemai di Pulau Krakatau karena nipah butuh tumbuh di air sadah dan berlumpur. Ini jenis mangrove dalam," ujarnya. Setelah vegetasi pantai berkembang, burung dan kelelawar pemakan buah hadir dan memencarkan biji berbagai jenis tumbuhan ke tempat yang lebih jauh.

Peneliti Krakatau dari Universitas Utrecht, Tracey Louise Parrish, menuliskan dalam Krakatau: Genetic Consequences of Island Colonization, bahwa semua kehidupan di Krakatau diasumsikan berasal dari luar Krakatau. Cikal-bakal kehidupan itu setidaknya menempuh jarak 30 kilometer atau lebih dari pesisir terdekat pulau besar seperti Jawa dan Sumatera.

Pulau-pulau lain yang lebih dekat dengan Krakatau, seperti Sebesi dan Sebuku, juga berperan besar sebagai sumber hayati. "Semakin habisnya hutan-hutan di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sebesi memperlambat suksesi di Krakatau. Satu-satunya hutan yang masih menyediakan benih tinggal Ujung Kulon," ujar Tukirin.

Sebagai pulau terbesar dan tertinggi dalam gugusan Krakatau, Rakata menjadi satu-satunya pulau dengan tingkat perkembangan komunitas vegetasi paling matang tanpa terlalu banyak terganggu letusan Anak Krakatau. Luas pulau dan ketinggiannya yang bervariasi membuat lebih banyak jenis tumbuhan dapat hidup.

Pola suksesi di dua pulau lainnya di kompleks Krakatau, Sertung dan Panjang awalnya juga nyaris serupa dengan di Rakata. Vegetasi di kedua pulau itu secara umum menunjukkan tipe serupa meski kehadiran dan kelimpahan jenis tumbuhan penyusun hutannya secara lokal berbeda. Sampai kemudian muncul Anak Krakatau di permukaan perairan.

Anak Krakatau yang meletus nyaris tiap tahun memberikan arah suksesi yang berbeda pada Pulau Panjang dan Sertung. Secara geografis, kedua pulau ini terletak lebih dekat dari Anak Krakatau dibandingkan Rakata. Timbunan abu letusan Anak Krakatau yang sering mencapai ketebalan hingga satu meter, menurut Tukirin, sangat memengaruhi perkembangan vegetasi di dua pulau itu. Tak mengherankan, sejak tahun 1930-an tutupan hutan di kedua pulau ini secara umum didominasi jenis kedoya (Desoxylum gaudichaudianum) dan ketimunan (Timonius compressicaulis). Dua jenis pohon yang pemencarannya dibantu burung ini mampu beradaptasi terhadap timbunan abu vulkanik.

Agustus 2011, ketiga pulau di kompleks Krakatau ini ibarat gundukan yang permukaannya dilapisi karpet hijau tebal. Semakin perahu mendekat ke bibir pantai di Pulau Rakata, semakin jelas tampak pohon-pohon keben berjajar di pantai. "Inilah keajaiban alam yang dihadirkan Krakatau dan menarik perhatian semua ahli biologi di seluruh dunia," kata Tukirin.

Dari Krakatau, para ahli itu belajar tentang proses dasar pembentukan ekosistem pulau kecil yang ternyata sangat kompleks. Ada faktor pemencaran, invasi, persaingan, adaptasi, hingga kepunahan. "Dari Krakatau kita bisa belajar untuk memahami proses pembentukan hutan. Pengetahuan ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan pemahaman ketika kita ingin merestorasi hutan-hutan kita yang rusak di tempat-tempat lain," ujarnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com