Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krakatau Ibarat Buku Kehidupan

Kompas.com - 01/12/2011, 16:40 WIB

KOMPAS.com — Batas hidup dan mati di Krakatau memang tipis. Kematian satu spesies sering kali menjadi tapak kehidupan bagi spesies lainnya. Perlahan, gelombang laut, angin, dan burung mengantarkan bakal kehidupan ke tabula rasa itu.

Enam bulan setelah Cotteau menemukan laba-laba di Rakata, Verbeek menyaksikan munculnya beberapa bilah rumput. Tiga tahun berikutnya, Treub melaporkan adanya paku-pakuan yang menutupi seluruh interior pulau dari pantai hingga puncak. Selain koloni paku-pakuan, Treub mencatat enam spesies ganggang biru dan hijau yang membentuk lapisan lembab mirip agar-agar dan menjadi lingkungan tempat tumbuh tanaman lainnya.

Lumut memberikan kelembaban yang memungkinkan paku–pakuan seperti paku kinca (Nephroplepis hirsutula) dan paku perak (Pityrogramma calomelanos) berkembang. "Paku-pakuan pun berumur pendek. Setelah mati, jasadnya menjadi habitat baru tanaman lain untuk tumbuh," ujar Tukirin.

Di atas bekas paku-pakuan itu rerumputan mulai berkecambah, disusul alang-alang dan gelagah. Jenis rumput-rumputan itu baru akan tumbuh setelah lahar mendingin, biasanya dua atau tiga tahun setelah letusan. Kehadiran rumput-rumputan menciptakan iklim mikro sederhana yang dapat dimanfaatkan tanaman lain, seperti anggrek tanah.

Pada tahun 1897 atau 14 tahun setelah letusan, pedalaman Pulau Rakata telah ditutupi oleh rumput-rumput tipe savana dengan dominasi gelagah (Saccharum spontaneum) dan ilalang (Imperata cylindrica) yang diselingi kelompok-kelompok kecil pohon. Kehadiran tumbuh-tumbuhan berbunga menambah semarak. Sedangkan pakis dan paku-pakuan tetap berkuasa di dataran yang lebih tinggi.

Di pantai, formasi kangkung laut (Ipomoea pes-caprae) telah merata dan komunitas tanaman pantai seperti keben (Barringtonia asiatica) dan cemara laut (Casuarina equisetifolia) hidup berkelompok di banyak tempat. Kehidupan baru itu disaksikan oleh Boerlage yang mengadakan eksplorasi botani ke Krakatau pada tahun 1896 dan 1897.

"Alang-alang lalu mati, menjadi penyedia humus yang akan ditumbuhi tanaman seperti harendong (Melastoma affine). Lingkungan yang dapat dihidupi perlahan tercipta," ujar Tukirin.

Tahun 1906, vegetasi Rakata semakin kaya. Ahli botani dari Jerman, Erns Alfred, dalam bukunya The New Flora of the Volcanic Island of Krakatau, 1908, mencatat adanya 99 tanaman berbunga. Vegetasi pantai telah berkembang dengan dominasi tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia), keben (Barringtonia asiatica), ketapang (Terminalia catappa), nyamplung (Calophyllum inophyllum), dan waru laut (Hibiscus tiliaceus).

Perlahan tercipta tanah hutan muda yang berkelanjutan. Pada periode itu pula, tanaman seperti berbagai jenis beringin (Ficus spp), mara (Macaranga tanarius), dan tanaman hutan sekunder lainnya berkembang serta menempati dataran rendah berumput.

Kebanyakan bibit tanaman yang mengisi Rakata diantarkan gelombang laut. "Karena itu, tumbuhan pantai yang pertama muncul," kata Tukirin.

Halaman:
Baca tentang


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Terpopuler

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau