Oleh karena itu, puluhan ribu warga Aceh, terutama di Simeulue, tanpa ada yang mengomando, langsung "ambil langkah seribu" ketika merasakan guncangan gempa semakin kuat.
Pengalaman smong lima tahun lalu seakan menjadi pelajaran paling berharga bagi masyarakat di Aceh untuk menghindari jatuh korban jiwa pascagempa.
"Di satu sisi memang menjadi pelajaran berharga karena secara cepat masyarakat melakukan antisipasi sebelum datang tsunami. Tapi, di sisi lain dikhawatirkan dapat menambah korban kecelakaan jika terjadi kepanikan," kata anggota DPRA Darmawan.
Ia berharap Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh lebih tanggap menurunkan petugas, apakah Satpol PP atau polisi, guna membantu pengamanan jalan raya jika terjadi gempa kuat.
Darmawan juga menyatakan bukan tidak mungkin ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil manfaat pascagempa dengan penyebaran isu-isu akan terjadi tsunami, sehingga masyarakat mengungsi dan meninggalkan rumah.
"Bukan tidak mungkin saat warga meninggalkan rumah, kemudian ada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab mengambil kesempatan, misalnya menguras seisi rumah yang ditinggalkan penghuninya," kata anggota fraksi Partai Aceh itu.
Terbesar pascatsunami
Wakil Gubernur Muhammad Nazar menyatakan, gempa yang mengguncang Kabupaten Simeulue itu merupakan terbesar pascagempa dan tsunami pada 2004.
Bencana alam yang disertai tsunami akhir 2004 mengakibatkan lebih 200 ribu jiwa meninggal dunia dan hilang serta menghancurkan berbagai fasilitas publik dan rumah di Aceh.
Wagub menyebutkan, meski tidak ada korban meninggal akibat gempa namun tercatat 12 warga korban luka, empat di antaranya cedera berat dan kini dalam perawatan di rumah sakit setempat.
Gempa juga mengakibatkan beberapa gedung pemerintah dan rumah retak. Belum ada angka pasti mengenai kerusakan bangunan.