Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siang Hari Pun Nyanyian Kodok itu Terdengar

Kompas.com - 18/09/2008, 06:25 WIB

Demondei terletak persis di tengah Pulau Adonara, batas akhir pandangan mata dari arah selatan atau arah utara garis pantai. Cuaca begitu dingin meski matahari tampak cerah. Jaket tebal yang saya kenakan tidak mampu mengusir rasa dingin. Sebaliknya, orang-orang desa tidak merasa terganggu dengan cuaca itu.

Sekitar 320 rumah bambu dengan atap seng berdiri kokoh di desa ini. Dari puncak pulau itu, tepatnya antara Desa Demondei dan Watodei, terlihat bentangan air laut di wilayah selatan, dekat Pulau Solor dan wilayah utara, Laut Flores.

Di tempat yang disebut punggung Gunung Ile Pati itu telepon seluler mendapat sinyal, tetapi hanya satu strip. Saya sempat membaca lima SMS yang masuk setelah dua hari tidak pernah mendapat sinyal atau di luar jangkauan.

Jika ingin menelepon dengan suara yang kedengaran jelas, kami harus berjalan kaki menuju puncak Ile Pati sekitar 500 meter lagi. Perjalanan itu harus melewati hutan yang penuh lintah.

Pukul 16.00 Wita terlihat warga desa bergegas menuju sebuah mata air, sekitar 100 meter dari desa itu. Di sana mereka mandi dan mengambil air bersih langsung dari sumber.

Perkebunan kopi, cokelat, pinang, kelapa, vanili, dan cengkeh tampak memadati sumber air itu sampai jauh. Tidak ada lagi perdu, hutan savana atau rumput liar seperti di daratan Pulau Timor atau Sumba..

Meski cuaca dingin sampai 18 derajat Celsius, warga setempat mandi seperti biasa. Ada dua mata air berdekatan sekitar 50 meter, masing-masing untuk perempuan dan laki-laki.

Demondei adalah salah satu dari puluhan desa yang masih terisolasi di Pulau Adonara. Dari kondisi wilayahnya, pulau itu terkesan jarang mendapat perhatian pemerintah. Angka buta huruf di Demondei mencapai 1.210 orang, 620 di antaranya anak usia sekolah. Juga dari 3.200 jiwa penduduk desa itu, sekitar 1.200 orang ada di Malaysia sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Setiap 2-3 tahun mereka pulang untuk membangun rumah dan melunasi mas kawin.

Pendidikan pun tertinggal. Hingga kini hanya satu orang dari Demondei yang berpendidikan strata satu (S-1) dan dua orang lulusan diploma.

Malam hari desa itu tampak gelap gulita. Tidak ada listrik dari PLN. Para perantau dari desa itu pada tahun 2005 menyumbang satu mesin genset dengan kemampuan menerangi 150 rumah. Akan tetapi, warga kampung kesulitan mendapat solar sehingga mesin genset itu enam bulan terakhir tidak digunakan. Solar harus dibeli di Waiwerang, sekitar 25 km, sejauh 12 km di antaranya harus ditempuh dengan berjalan kaki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com