KOMPAS.com - Kelahiran bayi prematur bisa menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit hipertensi pada anak dan remaja.
Hal ini disampaikan oleh Prof Dr dr Partini Pudjiastuti SpA(K) MM(Paed) dalam acara pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Jakarta, Rabu (18/12/2019).
"Prematuritas dan bayi berat lahir rendah juga merupakan faktor risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada anak," kata dia.
Di Indonesia, hampir sepertiga bayi lahir prematur.
Bahkan 5,9 sampai 6,5 persen lahir dengan berat lahir rendah atau kurang dari 2500 gram, karena pada umumnya bayi prematur lahir pada usia kurang dari 37 minggu.
Baca juga: Gigi Berlubang dan Gusi Berdarah Picu Kelahiran Prematur, Kok Bisa?
Untuk diketahui, bayi yang lahir prematur akan mengalami gangguan pada semua organ yang belum terbentuk dengan matang saat dalam kandungan.
Untuk kondisi kesehatan jangka panjang, kata Pudji, dapat menimbulkan terjadinya peningkatan risiko penyakit tidak menular. Beberapa di antaranya hipertensi dan diabetes saat usia si kecil mencapai enam atau tujuh tahun.
Pada kondisi pembentukan organ tubuh yang belum sempurna itu juga, bayi prematur cenderung tubuhnya menghasilkan lebih banyak metabolit terkait dengan peradangan, tekanan darah tinggi dan penumpukan lemak yang lebih besar.
Untuk mencegah dan menjaga bayi prematur memiliki hipertensi di kemudian hari, salah satu yang bisa dilakukan adalah memberi Air Susu Ibu (ASI) eksklusif.
Tapi ironisnya, Pudji menemukan sebanyak 65,7 persen bayi usia 0-23 bulan tidak pernah disusui ibunya.
Hal inilah yang dapat meningkatkan angka prevalensi hipertensi pada anak.
Perlu upaya-upaya untuk mengurangi risiko hipertensi pada anak dan remaja. Hal ini agar dampak masalah ini terhadap morbiditas, disabilitas, dan mortalitas, baik pada masa anak maupun masa dewasa, serta beban masyarakat yang ditimbulkannya, dapat dikendalikan.
Diperlukan suatu program terintegrasi yang bersifat interdisiplin dan interprofesional untuk mengurangi kelahiran bayi prematur dan bayi berat lahir rendah, antara lain program untuk memperbaiki nutrisi ibu hamil dan calon ibu, serta lebih menggiatkan lagi pemberian ASI.
Baca juga: Seri Baru Jadi Ortu: Tips Merawat Bayi Prematur agar Tumbuh Optimal
Identifikasi faktor risiko hipertensi anak
Untuk mengidentifikasi faktor risiko hipertensi pada anak dan remaja, kata Pudji, diperlukan program terintegrasi dalam rangka pendidikan dan promosi kesehatan di tingkat sekolah melalui Usaha Kesehatan Sekolah.
Program terintegrasi berbasis masyarakat dan keluarga dengan program posyandu bagi remaja juga diperlukan untuk mengidentifikasi perilaku berisiko hipertensi dan skrining hipertensi pada remaja.
Demikian pula perlu dimulai program promotif dan preventif di fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas untuk mengukur tekanan darah secara rutin pada anak mulai usia tiga tahun.
Tanpa program yang nyata, komprehensif, dan berkesinambungan dalam mengidentifikasi dan mengintervensi faktor risiko hipertensi pada anak dan remaja, maka dalam waktu tidak lama lagi masalah penyakit kardiovaskular akan menjadi masalah utama di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.