Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Alami Resisten Obat Terapi, Hadi Sintas 5 Tahun dengan Kanker Paru

Kompas.com - 30/11/2019, 19:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menderita penyakit kanker paru-paru yang dinyatakan sebagai pembunuh nomor satu pria dewasa Indonesia adalah sesuatu yang mengerikan. Apalagi bila dokter yang menangani sudah hampir menyerah karena sel kanker telah menyebar hingga hampir ke seluruh tubuh, termasuk otak.

Namun, itulah yang dialami Marchadi, seorang pria berusia 59 tahun yang bukan perokok dan selalu berupaya menjalani hidup sehat. Pria yang akrab disapa Hadi ini didiagnosis terkena kanker paru-paru pada tahun 2014.

Pada awalnya, Hadi mengeluhkan batuk berkepanjangan yang dialaminya bahkan sekitar satu tahun lamanya. Saat melakukan pemeriksaan di rumah sakit, dia didiagnosis kanker paru stadium 4.

"Sejak awal terdeteksi, pengobatan yang saya jalani adalah kemoterapi infus selama enam siklus dalam waktu 4,5 bulan," cerita Hadi dalam sebuah acara bertajuk Kanker Paru ALK-Positif: Kenali, Periksa Tangani Bersama di Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Baca juga: Sering Dianggap Sama, Ini Beda Gejala Kanker Paru dengan TBC

Namun, ternyata kemoterapi itu tidak cocok dengan tumor ganas yang ada di parunya. Tumor malah membesar dari ukuran 4 sentimeter menjadi 8 sentimeter.

"Kata dokter, kanker paru saya mengalami resisten terhadap obat kemoterapi itu. Meski awalnya baik-baik saja dan cocok, akhirnya setelah yang ke enam kalinya, ternyata penyebaran sel kanker lebih banyak dan ketika batuk, keluar darah segar," katanya.

Dikarenakan resistennya, Hadi sempat berhenti melakukan pengobatan selama dua bulan.

Akhirnya, dokter melakukan tes darah kembali untuk mencari tahu kanker paru jenis apa yang diderita Hadi dan hasilnya, kanker paru Hadi adalah jenis anaplastic lymphoma kinase (ALK) positif.

"Pada bulan Agustus 2017, saya mulai diberikan obat terapi target Anti ALK generasi pertama, tapi karena saya kembali mengalami resisten dan dari hasil MRI menunjukkan sel kanker sudah menjalar sampai ke otak, saya harus ganti obat lagi," ujarnya.

Baca juga: Kanker Paru ALK Positif yang Cepat Memburuk Kini Bisa Ditangani

Kemudian, pada April 2019, Hadi mengonsumsi salah satu obat Anti ALK generasi kedua yaitu Alectinib. Hasilnya dalam beberapa bulan, beberapa titik kanker di kepala Hadi mengecil dan beberapa di antara bahkan menghilang.

"Obat anti ALK positif ini membuat saya bisa bertahan sampai sekarang," ucap dia.

Tidak hanya bertahan, Hadi bahkan bisa hidup lebih aktif daripada kebanyakan orang. Dia bercerita mampu menyelesaikan track naik turun gunung Sinai hanya dalam lima jam, padahal orang-orang yang tidak sakit kanker pun butuh waktu delapan jam untuk mendakinya.

Hadi merasa dukungan istri, dokter, dan juga komunitas Cancer Information and Support Center (CISC) menjadikannya memiliki semangat teguh untuk melawan penyakitnya, meskipun tumor ganas atau sel kanker paru di dalam tubuhnya terus mengalami resisten obat terapi.

"Saya bersyukur atas penanganan dokter yang memberikan pengobatan yang tepat untuk kanker paru ALK positif yang saya derita. Saya survive lima tahun ini dan penyebaran di kepala pun sudah tidak ada," ujarnya.

Hadi juga berharap agar obat ini nantinya bisa didapatkan lewat BPJS oleh pasien kanker paru ALK-positif lainnya, sehingga dia dan teman-teman survivor kanker ALK-positif lainnya juga bisa bertahan menjalani kehidupan yang lebih baik dari obat tersebut.

Baca juga: Kanker Paru Sulit Dideteksi, tapi Gejalanya Patut Dicurigai

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau