Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bagaimana agar Efektif dan Inovatif?

Kompas.com - 05/11/2019, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Berry Juliandi


RENCANA Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 secara eksplisit menekankan keharusan usaha untuk mentransformasi perekonomian Indonesia menjadi perekonomian negara maju yang berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi.

Periode kedua pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo berusaha mewujudkan rencana tersebut dengan menyatukan kendali atas Kementerian Riset dan Teknologi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di bawah Menteri Bambang Brodjonegoro.

RPJMN disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ketika Bambang Brodjonegoro masih menjadi Menteri Bappenas dalam periode pertama kabinet Jokowi. Kini dia tidak lagi perencana, tapi eksekutor.

Dalam tiga bulan ke depan, Menteri Bambang akan memformulasikan bentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional, sebuah badan yang mengintegrasikan riset dari hulu sampai hilir, yang sebelumnya tersebar di berbagai kementerian dan lembaga riset pemerintah non-kementerian seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Penelitian (BPPT).

Bentuk kelembagaan dan fungsi spesifik dari badan ini, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek), akan mempengaruhi kinerjanya dalam mendorong kemajuan riset.

Terkait pembentukan BRIN, Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), yang dibentuk oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) 2016, tahun lalu menyarankan kepada pemerintah dan DPR dalam pembahasan rancangan UU Sisnas Iptek agar lebih mengutamakan penguatan lembaga iptek yang telah ada dan menyerahkan wewenang koordinasi kepada lembaga tersebut.

Namun dalam proses penyusunan RUU tersebut, pemerintah dan parlemen memutuskan membentuk lembaga baru: BRIN.

Ada dua bentuk kelembagaan yang bisa diadopsi BRIN, namun masing-masing memiliki kelemahannya.

Pilihan kelembagaan

Proses pembentukan BRIN perlu memperhatikan beberapa prinsip dasar untuk memastikan lembaga baru ini mampu melaksanakan fungsinya secara efektif.

Prinsip dasar yang paling penting adalah BRIN harus memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan riset baik yang dilakukan oleh lembaga non-pemerintah maupun yang di bawah kementerian dan lembaga pemerintah lainnya.

Khusus untuk fungsi koordinasi lembaga pemerintah, BRIN perlu memiliki kewenangan memastikan jumlah pagu anggaran dan kesesuaian penelitian dan pengembangan dengan rencana induk pemajuan iptek nasional.

Sejauh ini ada dua pilihan utama untuk bentuk kelembagaan BRIN yang sempat mengemuka pada berbagai forum diskusi pemangku kepentingan iptek dan inovasi.

Pertama, menggabungkan BRIN dengan kementerian yang mengurus riset dan teknologi, dan menjadikan lembaga baru ini semacam Kemenristek/BRIN. Unit lembaga penelitian dan pengembangan kementerian dan lembaga penelitian pemerintah lainnya akan memiliki struktur yang sama seperti saat ini, dengan Kemenristek/BRIN sebagai koordinator.

Bentuk Kemenristek/BRIN akan memungkinkan lembaga ini untuk berperan sebagai regulator dan koordinator. Model kelembagaan seperti ini juga akan memiliki kewenangan memastikan kesesuaian pagu definitif penelitian dan dengan demikian memastikan keselarasan kegiatan penelitian di kementerian dan lembaga lain dengan agenda nasional.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau