Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan Wamena, Kenapa Kemarahan karena Hoaks Bisa Sangat Merusak?

Kompas.com - 24/09/2019, 17:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Di awal minggu ini, salah satu topik yang mendapat sorotan adalah aksi anarkis di Wamena.

Diberitakan Kompas.com, unjuk rasa di Wamena, Jayawijaya Senin (23/9/2019) disebabkan oleh hoaks yang beredar pada pekan sebelumnya.

Kabar bohong itu mengatakan, seorang guru di sebuah sekolah mengeluarkan kalimat rasis kepada muridnya.

Hal ini pun sudah dikonfirmasi oleh pihak kepolisian Wamena. Mereka memastikan bahwa kabar hoaks memicu amarah warga Wamena benar.

Baca juga: Demonstran, Ini Penanganan Pertama Jika Terkena Gas Air Mata

"Guru tersebut sudah kita tanyakan dan tidak ada kalimat rasis, itu sudah kita pastikan. Jadi kami berharap masyarakat di Wamena dan di seluruh Papua tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang belum tentu kebenarannya," tutur Rudolf seperti diberitakan Kompas.com, Senin.

Aksi anarkis berawal ketika sekelompok siswa SMA PGRI dan masyarakat yang berjumlah sekitar 200 orang berjalan ke salah satu sekolah di Kota Wamena, Kabupaten Jayapura, pada Senin (23/9/2019) pukul 9.00 WIT.

Dalam perjalanan menuju sekolah tersebut, jumlah masa yang bergabung bertambah hingga terpecah di beberapa titik seperti kantor Bupati Jayawijaya, perempatan Homhom, dan sepanjang Jalan Raya Sudirman.

Aksi unjuk rasa ini pun berujung pada pelemparan batu hingga massa membakar sejumlah bangunan, mulai dari rumah warga hingga kantor institusi.

Kabar terakhir yang dihimpun Kompas.com siang ini, jumlah korban tewas ditemukan ada 26 orang.

Soal kabar hoaks

Peristiwa duka dan aksi unjuk rasa gara-gara kabar bohong bukan cuma kali ini saja terjadi. Pada kerusuhan 22 Mei 2019 di Jakarta, misalnya, unjuk rasa diduga disebabkan oleh kabar dari media sosial yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalam kolom komentar Kompas.com, pembaca mempertanyakan, kenapa kemarahan atas berita hoaks dapat begitu merusak.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita sebenarnya perlu memahami bagaimana cara kerja otak.

Diberitakan The Huffington Post (24/2/2017), neuropsikiatrik dr Daniel Amen mengatakan, pesan yang kita terima - entah kabar hoaks atau tidak - dapat mengaktifkan amigdala, bagian otak yang terkait dengan identitas diri dan emosi.

Amen pun mengatakan, reaksi manusia akan suatu hal atau kondisi didasarkan pada insting dan hal ini merupakan bagian integral dari kemampuan leluhur manusia untuk bertahan hidup.

Bagaimana manusia merespons suatu pesan, selain dipicu amigdala juga diatur oleh hipotalamus, bagian otak yang mengatur nafsu.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau