Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Belajar dari Singapura, Dongkrak Kualitas Universitas Bukan Cuma Impor Rektor Asing

Kompas.com - 17/08/2019, 17:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Elisabeth Rukmini

WALAU rencana pemerintah merekrut rektor dari luar negeri untuk menaikkan kualitas universitas disambut dengan kritik, Kantor Staf Kepresidenan telah menyatakan rektor berkelas global itu akan direkrut tahun depan dengan lebih dulu merevisi peraturan syarat menjadi rektor.

Untuk percontohan, kebijakan itu akan dimulai di satu atau dua universitas di negeri ini.

Pemerintah memandang pemeringkatan kualitas pendidikan tinggi pada level internasional bersandar pada pemimpin universitas. Singapura menjadi salah satu rujukan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir dalam mempercepat transformasi menuju universitas kelas dunia dengan cara yang cepat.

Dari empat besar perguruan tinggi di sana yakni Nanyang Technological School (NTU), National University of Singapore (NUS), Singapore Management University (SMU), Singapore University of Technology and Design (SUTD), pada era 2010-an, hanya NUS yang tidak merekrut rektor asing.

Kini, hanya NTU yang masih mempertahankan tradisi pimpinan tertinggi dari luar negeri.

Dalam konteks NTU, kualitas mereka didongkrak tidak hanya oleh “rektor tembak” berkelas dunia, tapi juga penciptaan ekosistem dan kebijakan riset yang kondusif berkelas dunia dan penguatan jaringan global.

Indonesia bisa juga belajar secara benar, bukan setengah-setengah, dari Singapura.

Rektor katalisator

Dalam reaksi kimia kita mengenal katalisator, senyawa yang mempercepat reaksi kimia yang memang perlu dipercepat agar efisien dan efektif.

Rektor berkualitas internasional dari luar negeri dapat menjadi katalisator, tapi jelas reaksi kimia antar senyawa itu perlu lebih dulu ada. Dalam konteks ini, ekosistem reaksi perlu ada modal awalnya yakni sumber daya akademik yang siap bereaksi.

Sampai saat ini salah satu rujukan “katalisator” terkuat pembawa perubahan di Singapura adalah Profesor Bertil Andersson, peneliti biokimia berkebangsaan Swedia yang menjadi Presiden NTU 2011-2018.

Di bawah kepemimpinannya, NTU naik kelas dari peringkat ke-12 di Asia atau rangking ke-77 dunia pada 2008 kemudian menjadi peringkat 1 Asia dan 11 pada 2017 versi QS World University Ranking..

Saya menghadiri presentasi Andersson yang memaparkan strateginya melejitkan kualitas NTU dalam sebuah konferensi tentang pemimpin profesional di bidang pendidikan se-Asia Pasifik di Taiwan pada November 2017. Lompatan luar biasa tersebut, menurut Andersson, melalui 6 strategi di bawah ini:

1. Memperbanyak portofolio akademik dengan cara menambah produk akademik NTU meliputi publikasi ilmiah dan hak kekayaan intelektual. Perubahan akademik ini dimulai dengan memperbanyak riset. Sistem apresiasi dan penilaian kinerja diperketat untuk mengarah pada produksi karya ilmiah.

2. Merevitalisasi sumber daya manusia dengan mereformasi sistem sumber daya manusia via rekrutmen dan penentuan target yang tajam.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau