KOMPAS.com - Kicauan Lisa Marlina dengan nama akun Twitter @lisaboedi menarik perhatian jagat media sosial lantaran cuitan berbau sensitif.
Atas twit tersebut pula, Lisa dilaporkan desainer ternama asal Bali, Ni Luh Djelantik, karena dianggap telah melecehkan martabat masyarakat Bali.
Menanggapi kejadian ini, Rizqy Amelia Zein, dosen psikolog sosial dari Universitas Airlangga, Surabaya melihat bahwa reaksi yang dilakukan Ni Luh Djelantik sangat wajar dan manusiawi.
Baca juga: Viral Kicauan Lisa Marlina soal Bali, Alasan Kita Susah Bijak Bermedsos
Untuk memahami diri, manusia biasanya akan berkaca pada hal-hal eksternal seperti relasi dengan orang lain, lingkungan tempat lahir, dan lingkungan tempat tinggal.
Hal-hal itulah yang kemudian membentuk identitas kultural alias perasaan memiliki kebudayaan atau etnik tertentu.
Perempuan yang akrab disapa Amel itu menjelaskan, unsur-unsur eksternal tadi bukan hanya berfungsi untuk membangun identitas kultural, tapi juga membangun harga diri kolektif.
"Harga diri kolektif itu maksudnya keterkaitan harga diri individu dengan membership-nya dia pada satu kelompok sosial tertentu," jelas Amel kepada Kompas.com, Selasa (23/7/2019).
Amel mencontohkan, sebagai orang Jawa dia memiliki nilai-nilai luhur budaya Jawa yang hidup dalam diri dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu, ketika berbicara tentang Bali, itu bukan hanya membicarakan ruang atau tempat bernama Bali. Namun juga sistem budaya, adat, nilai, dan lain sebagainya.
"Nah, ketika ada orang yang menghina tempat tinggal kita, meski tidak menghina diri kita secara langsung, itu orang (warga daerah tersebut) akan tetap merasa terhina. Ini karena sebagian dari dirinya mengacu pada kelompok sosialnya," terang Amel.
Selain itu, keputusan untuk melaporkan hal semacam ini juga dinilai tepat.
"Menurut saya keputusan melaporkan ke polisi dan menempuh jalur hukum jauh lebih baik dibanding menghakimi sendiri," ujar Amel.
Dia menerangkan, jika penyelesaian dilakukan lewat jalur hukum maka akan ada kebijakan yang diputuskan sesuai jalur hukum dan sebagaimana mestinya.
Hal ini juga bisa menjadi pelajaran bagi para warganet untuk tidak sembarangan menuliskan pendapat di media sosial, terutama hal-hal sensitif dan berbau SARA seperti ini.
Dari kasus ini, setidaknya orang belajar adanya perilaku yang diterima dan tidak diterima di masyarakat luas dan jagat media sosial, sehingga tidak terulang kasus-kasus serupa.
"Kita itu sebaiknya bisa respect ke orang lain dan tidak melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan kegelisahan," tutup Amel.
Baca juga: Soal Mediasi Antara Lisa Marlina dan Ni Luh Djelantik, Ini Kata Polisi
Selain Lisa Marlina, dulu juga ada kasus Florence Sihombing yang dianggap menghina warga Yogyakarta di media sosial.
Di luar negeri, juga ada banyak orang yang kehilangan pekerjaan dan harus berurusan dengan hukum karena unggahan yang salah di media sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.