KOMPAS.com - Kegiatan merusak atau mengacak-acak makanan tanpa membeli di minimarket sepertinya menjadi fenomena di Indonesia. Pekan ini, sebuah video yang diunggah di beberapa media sosial menunjukkan fenomena tersebut kembali terjadi.
Dalam video berdurasi 12 detik itu, terlihat sekelompok remaja merusak mi instan dengan cara meremas dan meremukkan mi menggunakan kedua tangan. Mereka juga merusak tumpukan yang telah tersusun rapi.
Video itu diunggah oleh salah satu pengguna Twitter @masiidupp pada Minggu (21/7/2019). Sontak, twit ini mendapat respons sebanyak 13.047 kali di-retweet dan disukai sebanyak 10.476 kali oleh pengguna Twitter lainnya.
Sebelumnya, tersiar juga video sekelompok perempuan mengacak-acak barang dagangan di suatu minimarket di Makassar pada Kamis (4/7/2019).
Baca juga: Kenapa Sih Makanan Kekinian yang Tinggi Kalori Itu Rasanya Enak?
Tidak hanya mengacak-acak barang dagangan, terlihat juga salah seorang perempuan menempelkan bibirnya pada kemasan durian yang diambilnya dari lemari es.
Menyikapi tindakan tidak terpuji itu, seorang psikolog asal Solo, Jawa Tengah, Hening Widyastuti menyampaikan bahwa perilaku merusak makanan, bahkan mengacak-acak makanan yang sengaja direkam dalam video tergolong fenomena kenakalan remaja.
"Ya (termasuk kenakalan remaja), yang seharusnya tidak perlu ada. Motif sengaja dan cari sensasi," ujar Hening saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (23/7/2019).
Menurutnya, perilaku merusak makanan itu dilakukan karena adanya perubahan psikis pada usia remaja.
"Ciri perubahan psikis ditandai dengan jiwanya masih labil, gelisah suka buat perhatian orang lain, bingung dengan jati dirinya dan sedang mencari identitas diri," ujar Hening.
Kemudian, Hening menjelaskan bahwa pada usia remaja, perkembangan saraf-saraf otak belum berkembang secara sempurna.
Hal inilah yang menyebabkan remaja puber membuat keputusan tanpa memikirkan konsekuensinya.
Menyoal video viral itu, Hening mengungkapkan bahwa tindakan tersebut sengaja dilakukan untuk mencari sensasi, dengan melakukan perusakan itu dan menjadi sebuah kebanggan diri.
"Biasanya tindakan seperti itu dilakukan secara bersama-sama, karena ada kekuatan kelompok. Bila sendiri belum tentu mereka berani," ujar Hening menjelaskan kekuatan kelompok.
Adapun cara mengatasi agar perilaku merusak makanan hanya karena ingin viral, yakni dengan pendampingan yang dilakukan oleh figur yang para remaja itu percayai.
Pendekatannya bisa dilakukan secara kekeluargaan melalui bimbingan yang baik dari orangtua, teman yang dipercaya, lingkungan sekolah, atau lingkungan masyarakat.
Selain itu, masyarakat setempat sebaiknya menggalakkan karang taruna sebagai wadah berbagai kegiatan positif baik organisasi sosial maupun kegiatan olahraga dan mengasah ketrampilan (hobi).
Baca juga: Kasus Pemuda Ngamuk karena Ditilang, Ini Analisa Psikolog
"Lebih banyak lagi kenalkan komunitas positif ke mereka, atau ajang kompetisi sains, olahraga atau seni yang sesuai passion para remaja," ujar Hening.
Adanya dukungan dan pendampingan yang konsisten dari orangtua dalam mengembangkan kegiatan positif juga diperlukan agar para remaja tidak melakukan hal-hal merusak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.