KOMPAS.com - Kabar perceraian Song Hye Kyo dan Song Jong Ki mengagetkan semua orang. Bahkan tak sedikit orang yang mengaku merasa sedih dan patah hati mendengar retaknya hubungan Song Song Couple ini.
Meski sering membawa duka, tapi perceraian nyatanya sering terjadi. Ini menjadi perceraian sebagai salah satu produk budaya manusia yang mengubah dunia.
Perceraian bukan hanya terjadi saat ini saja. Sejak ratusan tahun lalu, manusia telah mengenal kata perpisahan ini.
Jika melihat literatur, perceraian mulai tercatat pada busaya Romawi dan Yunano kuno. Perihal perceraian ini telah terlihat pada ungkapan Romawi yang berbunyi "matrimonia debent esse libera" yang berarti bahwa "pernikahan seharusnya bebas".
Baca juga: Ikut Patah Hati Akibat Song Hye Kyo dan Song Jong Ki Cerai, Normalkah?
Meski sudah diakui keberadaanya, masyarakat Romawi saat itu berusaha untuk menghindari perceraian. Alasanya adalah demi menjaga nama baik keluarga.
Dengan kata lain, meski sudah ada, perceraian dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan harus dihindari.
Di belahan dunia lain, tepatnya di Mesir, sekitar abad ke-15 perceraian adalah hal yang umum.
Hal ini diungkapkan oleh Al-Sakhawi, sejarawan dan ulama di bidang hadis, tafsir, dan sastra pada masa itu.
Dia menemukan praktik perceraian ketika mewawancarai 500 wanita Mesir dan Suriah. Dari wawancara itu terungkap bahwa sepertiga narasumbernya telah menikah lebih dari satu kali.
Kasus perceraian paling terkenal yang secara terang-terangan dilakukan terjadi pada 1527. Kasus ini melibatkan Raja Henry VIII dengan Paus Klemens VII.
Raja Henry memaksa Paus untuk membatalkan pernikahannya dengan Catherine dari Aragon, yang gagal memberinya keturunan laki-laki.
Namun, alasan lain yang mendasari keinginan Henry bercerai adalah Anne Boleyn. Henry ingin mempersunting Anne sebagai istrinya.
Karena tidak mendapatkan tanggapan dari Paus Klemens, Henry memutuskan hubungan dengan Roma pada 1533 dan menyatakan diri sebagai pemimpin gereja baru, Gereja Inggris.
Perlawanan gereja terhadap perceraian ini tetap begitu kuat. Hingga akhirnya, jalan satu-satunya untuk bercerai adalah melalui tindakan parlemen atau negara.
Ini menjadi tonggak sejarah bagaimana perceraian menjadi urusan negara.