Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan yang Mengubah Dunia: Perceraian, Dulu Tabu Kini Umum Terjadi

Kompas.com - 27/06/2019, 22:56 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Kabar perceraian Song Hye Kyo dan Song Jong Ki mengagetkan semua orang. Bahkan tak sedikit orang yang mengaku merasa sedih dan patah hati mendengar retaknya hubungan Song Song Couple ini.

Meski sering membawa duka, tapi perceraian nyatanya sering terjadi. Ini menjadi perceraian sebagai salah satu produk budaya manusia yang mengubah dunia.

Perceraian bukan hanya terjadi saat ini saja. Sejak ratusan tahun lalu, manusia telah mengenal kata perpisahan ini.

Jika melihat literatur, perceraian mulai tercatat pada busaya Romawi dan Yunano kuno. Perihal perceraian ini telah terlihat pada ungkapan Romawi yang berbunyi "matrimonia debent esse libera" yang berarti bahwa "pernikahan seharusnya bebas".

Baca juga: Ikut Patah Hati Akibat Song Hye Kyo dan Song Jong Ki Cerai, Normalkah?

Meski sudah diakui keberadaanya, masyarakat Romawi saat itu berusaha untuk menghindari perceraian. Alasanya adalah demi menjaga nama baik keluarga.

Dengan kata lain, meski sudah ada, perceraian dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan harus dihindari.

Di belahan dunia lain, tepatnya di Mesir, sekitar abad ke-15 perceraian adalah hal yang umum.

Hal ini diungkapkan oleh Al-Sakhawi, sejarawan dan ulama di bidang hadis, tafsir, dan sastra pada masa itu.

Dia menemukan praktik perceraian ketika mewawancarai 500 wanita Mesir dan Suriah. Dari wawancara itu terungkap bahwa sepertiga narasumbernya telah menikah lebih dari satu kali.

Kasus perceraian paling terkenal yang secara terang-terangan dilakukan terjadi pada 1527. Kasus ini melibatkan Raja Henry VIII dengan Paus Klemens VII.

Raja Henry memaksa Paus untuk membatalkan pernikahannya dengan Catherine dari Aragon, yang gagal memberinya keturunan laki-laki.

Namun, alasan lain yang mendasari keinginan Henry bercerai adalah Anne Boleyn. Henry ingin mempersunting Anne sebagai istrinya.

Karena tidak mendapatkan tanggapan dari Paus Klemens, Henry memutuskan hubungan dengan Roma pada 1533 dan menyatakan diri sebagai pemimpin gereja baru, Gereja Inggris.

Perlawanan gereja terhadap perceraian ini tetap begitu kuat. Hingga akhirnya, jalan satu-satunya untuk bercerai adalah melalui tindakan parlemen atau negara.

Ini menjadi tonggak sejarah bagaimana perceraian menjadi urusan negara.

Meski perceraian dapat menjadi urusan negara, tapi masalah ini baru masuk ke ranah hukum pada 1857. Pada tahun tersebut, akhirnya hukum perceraian disahkan.

Baca juga: Bercerai Merugikan Kesehatan

Sebelum itu, perceraian hanya dapat dilakukan oleh laki-laki dan harus disetujui oleh undang-undang parlemen yang sangat mahal. Akibatnya, perceraian hanya bisa dilakukan oleh orang kaya saja.

Dengan munculnya hukum perceraian, perempuan boleh mengajukan gugatan cerai. Namun, mereka hanya bisa bercerai dengan membuktikan perzinahan yang dilakukan suami.

Pada 1937, hukum perceraian mulai berubah. Hukum yang baru mengiinkan perceraian dengan alasan lain.

Meski bisa bercerai dengan alasan lain, hukum saat itu tidak memihak kepada perempuan. Terutama dengan masalah hak gono-gini.

Masalah ini mulai mendapat perhatian pada 1996 dengan kasus perceraian Matin White dan Pamela White. Keduanya telah menikah selama 33 tahun dan menjalankan bisnis bersama senilai 4,5 juta Poundsterling.

Ketika diputus bercerai, Pamela hanya mendapatkan 800 ribu Poundsterling saja. Dia kemudian mengajukan banding dan mendapatkan 1,5 juta Poundsterling.

Dengan kasus ini, aset ketika menikah harus dibagi secara lebih adil dan mengakui kontribusi "ibu rumah tangga".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau