Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lindungi Mangrove, MERA Ingin Pulihkan Ekosistem Pesisir Jakarta

Kompas.com - 24/05/2019, 18:07 WIB
Julio Subagio,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Indonesia merupakan negara berbentuk kepulauan yang memiliki garis pantai sangat panjang. Tak heran, Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan lahan mangrove terbesar dunia, dengan area hutan mangrove seluas 3.556 juta hektar, atau sekitar 20 persen dari lahan mangrove dunia.

Meski demikan, sekitar 33,55 persen dari total lahan tersebut berada dalam kondisi kritis, dan sebagian besar berada di Pulau Jawa.

Hal ini mendorong berbagai upaya penyelamatan dan pemulihan fungsi ekosistem mangrove di berbagai lokasi di Indonesia.

Salah satunya adalah program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA). MERA merupakan platform kerja sama yang digagas oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara, afiliasi dari The Nature Conservancy.

Saat ini, MERA bekerja sama dengan pihak pemerintah, khususnya KLHK  dan BKSDA untuk melindungi dan memulihkan kondisi lahan mangrove seperti sedia kala. MERA juga bermitra dengan sektor swasta, seperti Asia Pulp & Paper, Indofood Sukses Makmur, dan Chevron Pacific Indonesia untuk mengelola proyek restorasi mangrove.

Baca juga: Kisah Mangrove Jakarta dan Burungnya yang Nyaris Tinggal Cerita

Salah satu fokus utama program MERA dalam waktu dekat adalah pemulihan kawasan mangrove di pesisir Jakarta.

Saat ini, ada hanya sekitar 300 hektar hutan mangrove yang tersisa. Mereka berlokasi di kawasan Angke Kapuk, Jakarta Utara dengan sebanyak 25 hektar berada di dalam area Suaka Margasatwa Muara Angke.

“Di Jakarta, banyak pihak yang berkepentingan dengan mangrove, baik itu mengenai pariwisata, perhubungan, lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Tapi semua itu belum terintegrasi. Maka dari itu, kita butuh support dari LSM dan juga pihak swasta,” ujar Kepala BKSDA Jakarta, Ahmad Munawir, yang ditemui dalam acara MERA Media Expose, di Jakarta, Kamis (23/5/2019).

Ahmad juga menjelaskan bahwa proses pemulihan ekosistem ini membutuhkan serangkaian tahap, mulai dari pembangunan sarana-prasarana, integrasi pihak-pihak berkepentingan untuk perencanaan jangka panjang, restorasi ekosistem berjangka, serta pemberdayaan masyarakat sekitar untuk memelihara kawasan tersebut.

Baca juga: Kisah Makhluk Halus dan Usaha Warga Desa Torosiaje Menjaga Mangrove

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur MERA, M. Imran Amin. Menurutnya, pengelolaan ekosistem mangrove memerlukan perencanaan jangka panjang serta keterlibatan berbagai pihak dari beragam kalangan melalui studi ilmiah sebagai acuan rencana restorasi.

“Perencanaan ini membutuhkan dua hal utama. Pertama, tata kelola yang sustainable dengan kerja sama yang melibatkan pemerintah dan private sector, sehingga dapat diinternalisasi oleh pihak yang berwenang untuk membuat kebijakan," paparnya.

"Kedua, restorasi atau pengembalian fungsi ekosistem. Tidak bisa kita sembarangan menanam tanpa tahu titik yang tepat berdasarkan hasil asesmen dan modeling,” imbuhnya lagi.

Imran juga menekankan pentingnya upaya untuk mengedukasi dan melibatkan masyarakat lokal agar mereka dapat memahami dan turut melindungi kawasan yang mereka tinggali demi kelestarian dan masa depan keturunannya kelak.

“Kita berusaha untuk mengelola orang-orang yang nantinya mengelola mangrove. Kawasan mangrove ini bukan hanya ditinjau dari segi ekosistem, tapi juga harus bisa menambah value ekonomi bagi masyarakat,” tambah Imran.

Baca juga: Atasi Biofouling, Pelajar Indonesia Raih Penghargaan Internasional

Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, antara lain membangun pemukiman masyarakat sekitar Suaka Margasatwa Muara Angke, mengedukasikan peranan ekosistem sebagai lokasi nursery ikan-ikan yang nantinya dapat mereka konsumsi, serta pengelolaan PKL agar sesuai dengan aturan tata kelola yang berlaku.

Pihak Pemerintah DKI Jakarta bersama BKSDA juga mengadakan pembinaan bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan mangrove sebagai bahan baku produk yang memiliki nilai komersial, seperti sirup dan selai buah pidada putih (Sonneratia alba).

Sirup dan selai dari buah pidada putih (Sonneratia alba), hasil ekosistem mangrove Sirup dan selai dari buah pidada putih (Sonneratia alba), hasil ekosistem mangrove

Meski demikian, terdapat banyak tantangan yang dihadapi. Salah satunya adalah cara membujuk masyarakat untuk dapat merelakan konversi tambak udang atau bandeng yang mereka miliki untuk dapat dikembalikan menjadi lahan mangrove seperti semula.

“Saat ini, kami sedang berusaha untuk bekerja dari segi legalitasnya, agar kembali ke hutan lindung atau hutan produksi,” tutup Imran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com