KOMPAS.com - Akhir tahun ini China akan membangun 20 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk menerangi pulau buatan di Laut China Selatan yang menjadi sengketa antara China dan negara lain.
Untuk membangun reaktor nuklir mengambang, China rela menggelontorkan uang sampai 14 miliar yuan atau lebih dari RP 29,6 triliun.
Melansir Asia Times, Kamis (21/3/2019), 20 PLTN itu akan memberi aliran listrik ke pulau-pulau buatan, khususnya kepulauan Paracel dan Spratly yang menjadi sasaran klaim wilayah teritorial oleh China, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Taiwan.
Liu Zhengguo, kepala China Shipbuilding Industry Corp yang bertugas merancang dan membangun anjungan berkata, PLTN yang mereka buat akan menjadi tren yang berkembang.
Baca juga: Bill Gates Sebut AI Berbahaya dan Menjanjikan seperti Nuklir
Ide ini mungkin terdengar berbahaya. Namun mereka berencana mengembangkannya sebagai alternatif yang lebih murah untuk mentransimisikan daya dari daratan China.
Biaya pembangkit diesel di laut adalah 2 yuan per kilowatt atau setara Rp 4.237, sementara biaya pembangkit nuklir bisa 0,9 yuan atau setara Rp 1.906.
Para analisis mengaitkan proyek PLTN China dengan rencana militerisasi atau "menjajah" Laut China Selatan dan mengubah perairan yang luas menjadi danau.
Selain menjadi penyalur energi, PLTN China juga berfungsi untuk mempercepat eksploitasi minyak, gas alam, dan mineral mudah terbakar yang ditemukan di dasar laut.
Bagi para analisis, China telah membangun reaktor mini untuk menggerakkan kapal selam sejak 1970-an. Dan dengan pengembangan kapal induk bertenaga nuklir pertama, pemanfaatan teknologi untuk membangun PLTN di laut adalah langkah yang semestinya tidak mengejutkan.
Bila pembangunan berjalan sesuai rencana, reaktor nuklir pertama yang mengambang di lautan Asia akan berfungsi penuh pada 2021.
Baca juga: Nyaris Terlewat, Ledakan Meteor di Langit Rusia Setara 5 Bom Nuklir Nagasaki
Malansir Futurism, Kamis (21/3/2019), China bukan satu-satunya negara yang tertarik pada teknologi PLTN.
Pembangkit listrik nuklir terapung milik Rusia diperkirakan akan menyala di lingkaran Arktik akhir tahun ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.