Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Berhenti Makan Daging Tidak Selamatkan Lingkungan, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 22/03/2019, 19:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Frank M. Mitloehner

KETIKA dampak perubahan iklim semakin mengkhawatirkan, gerakan mengurangi makan daging menjadi gerakan yang populer. Para aktivis lingkungan mendesak masyarakat untuk mengurangi makan daging untuk menyelamatkan lingkungan. Beberapa aktivis telah menyerukan pemberlakuan pajak atas daging untuk mengurangi konsumsi daging.

Klaim yang mendasari argumen ini menyatakan bahwa secara global, produksi daging menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca dibanding yang dihasilkan seluruh sektor transportasi.

Namun, klaim ini terbukti salah, seperti yang akan saya tunjukkan dalam artikel ini. Dan klaim yang salah ini telah menyebabkan asumsi yang salah tentang keterkaitan antara daging dan perubahan iklim.

Penelitian saya fokus pada cara-cara peternakan mempengaruhi kualitas udara dan perubahan iklim.

Dalam pandangan saya, ada banyak alasan untuk memilih protein hewani atau protein nabati. Namun, tidak memilih daging dan produk daging bukanlah ‘obat mujarab’ bagi lingkungan sebagaimana dipercayai para aktivis. Dan jika dilakukan secara ekstrem, itu juga bisa memiliki konsekuensi gizi yang berbahaya.

 

Produksi ternak global berdasarkan wilayah (susu dan telur dinyatakan dalam protein). FAO, CC BY-ND

Apa hubungan antara daging dan gas rumah kaca?

Banyak orang menduga bahwa ternak adalah sumber terbesar gas rumah kaca (GRK) di seluruh dunia. Sebagai contoh, sebuah analisis tahun 2009yang diterbitkan oleh organisasi Worldwatch Institute yang berbasis di Washington D.C., Amerika Serikat menyatakan bahwa 51% emisi GRK global berasal dari pemeliharaan dan pengolahan ternak.

Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat, sumber terbesar emisi GRK Amerika pada tahun 2016 adalah produksi listrik (28% dari total emisi), transportasi (28%) dan industri (22%).

Sektor pertanian secara keseluruhan menyumbang hanya sebesar 9%. Dari sektor peternakan hewan secara keseluruhan menyumbang kurang dari setengah jumlah ini, yaitu 3,9% dari total emisi gas rumah kaca AS. Angka tersebut sangat berbeda dari klaim yang mengatakan ternak memberikan sumbangan GRK lebih banyak dari sektor transportasi.

Mengapa kesalahpahman ini terjadi? Pada tahun 2006, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menerbitkan sebuah penelitian berjudul “Bayangan Panjang Peternakan (Livestock’s Long Shadow),” yang mendapat perhatian luas secara global. Disebutkan bahwa ternak memberikan kontribusi sebesar 18% emisi gas rumah kaca dunia.

FAO menarik kesimpulan yang mengejutkan: Peternakan memberikan kontribusi yang lebih banyak dalam kerusakan lingkungan dibanding semua moda transportasi digabung.

Klaim terakhir ini salah, dan telah dikoreksi oleh Henning Steinfeld, salah seorang penulis senior laporan tersebut.

Masalah dari laporan tersebut ada pada metodologi analisis. Analis FAO menggunakan penilaian atas siklus hidup yang komprehensif untuk mempelajari dampak iklim dari ternak, tetapi menggunakan metode yang berbeda ketika mereka menganalisis transportasi.

Halaman:



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau