KOMPAS.com - Penyelamatan bumi dari bahaya perubahan iklim menjadi topik hangat perbincangan bebera tahun belakangan. Sayangnya, belum pernah ada rencana yang berhasil mengatasi dampak pemanasan global.
Namun, para ilmuwan tak patah arang. Mereka terus mencari solusi dan skenario terbaik.
Di antara para ilmuwan itu ada ahli politik Joshua S Goldstein dan pakar energi Sataffan A Qvist. Jumat (11/01/2019) lalu, keduanya menulis esai di The Wall Street Journal tentang cara mengatasi iklim global secepat mungkin.
Keduanya berpendapat, dampak perubahan iklim akan sulit dihentikan hanya dengan menggunakan energi terbarukan seperti angin dan sinar matahari.
Baca juga: Foto Perubahan Iklim Tak Efektif Picu Aksi Nyata, Begini Alasannya
Menurut mereka berdua, cara yang layak untuk menghindari bencana iklim adalah menggunakan energi nuklir.
Mereka mengatakan, bahkan jika setiap negara menerapkan energi terbarukan seperti Jerman (pemimpin dunia dalam bidang ini), kita hanya bisa mencapai sekitar 20 persen dari target global untuk litrik ramah lingkungan.
Pada tingkat tersebut, Goldstein dan Qvist menyebut, akan diperlukan 150 tahun untuk sepenuhnya membersihkan karbon di Bumi.
Sayangnya, para ilmuwan iklim memperkirakan manusia hanya punya waktu 30 tahun sebelum Bumi mencapai titik kritisnya.
"Apa yang dibutuhkan dunia adalah sumber listrik bebas karbon yang dapat ditingkatkan hingga skala besar dan sangat cepat serta menyediakan daya andal setiap saat, terlepas dari kondisi cuaca - semuanya tanpa memperluas area total untuk pembangkit listrik," tulis Goldstein dan Qvist dikutip dari Futurism, Senin (14/01/2019).
"Tenaga nuklir memenuhi semua persyaratan itu," tegas mereka.
Menurut Goldstein dan Qvist, ada kekhawatiran salah kaprah tentang energi nuklir telah menghambat pertumbuhannya. Ketika orang berbicara tentang energi nuklir, mereka berpikir tentang bencana Chernobyl dan limbah radioaktif.
Tetapi jumlah orang yang meninggal sebagai akibat dari bencana Chernobyl tidak sebanding dengan akibat dari kecelakaan industri non-nuklir lainnya. Padahal, menurut para ahli adalah satu-satunya kecelakaan tenaga nuklir yang fatal dalam 60 tahun terakhir.
Ditambah lagi, jumlah limbah yang dihasilkan oleh energi nuklir juga jauh lebih sedikit daripada yang dihasilkan oleh batubara dan bahan bakar lainnya.
Baca juga: John Kerry Ungkap Pil Pahit Perubahan Iklim dan Penawarnya
"Seluruh penggunaan listrik seumur hidup oleh seorang Amerika yang ditenagai oleh energi nuklir akan menghasilkan sejumlah limbah jangka panjang yang sesuai dengan kaleng soda," pasangan ahli itu menegaskan.
Pada akhirnya, mereka berpendapat, kita perlu memasukkan energi nuklir ke dalam upaya untuk menghindari bencana iklim dengan cepat dan luas.
"Itu satu-satunya strategi yang bertambah," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.