Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Inkontinensia Urin, Penyakit "Ngompol" Orang Dewasa

Kompas.com - 27/11/2018, 17:29 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Jika Anda adalah penggemar Nunung, maka Anda pasti pernah mendapati Nunung me-ngompol saat tertawa. Apabila Anda mengalami hal yang serupa, bisa jadi Anda mengidap penyakit stress urinary incontinence atau inkontinensia urin.

Inkontinensia urin merupakan kondisi ketika tubuh sulit mengontrol air seni, terutama ketika ada tekanan di sekitar perut dan pinggul seperti saat ketawa. Kondisi ini terjadi akibat dari melemahnya otot dasar panggul dan adanya penurunan fungsi pada saluran kencing.

Untungnya, menurut dr Dasep Suwanda, SpOG, dari Klinik Bamed, pada dasarnya kondisi ini tidak berbahaya bagi pengidapnya. Hanya saja, kondisi ini menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penderita.

“Kalau bicara bahaya atau tidak, ini tidak berbahaya. Tapi nyaman enggak? Pastinya tidak nyaman. Bisa jadi saat bergaul, tiba-tiba ngompol. Meski orang lain tidak tahu, tapi kitanya jadi minder,” ujar Dasep saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (27/11/2018).

Baca juga: Dari Kantong Kencing Sampai Popok, Begini Kesulitan Astronot Buang Air

Meski Inkontinensia urin bisa menyerang siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan, penyakit ini lebih sering diderita oleh perempuan. Salah satu faktor penyebabnya adalah penuaan.

“Penyakit ini dipengaruhi oleh umur karena ikontinensia urin itu salah satu aging proses. Karena penuanaan, otot-otot jadi kendor. Pada perempuan terutama terjadi ketika masa menopause,” jelas Dasep.

Ia menambahkan bahwa saat menopause, perempuan akan kehilangan protein kolagen yang berfungsi mempertahankan kekencangan kulit dan urat. Ketika kolagen pada tubuh berkurang drastis, kemudian dikombinasikan dengan penurunan fungsi saluran kencing, maka kondisi inkontinensia urin terjadi.

Akan tetapi, bukan berarti perempuan muda akan terhindari dari inkontinensia urin. Pasca persalinan normal, perempuan juga rentan terserang penyakit ini.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Tubuh saat Kita Menahan Buang Air Kecil?

Melansir dari Hello Sehat, hal ini disebabkan oleh otot di sekitar kandung kemih dan panggul yang melemah saat kehamilan dan melahirkan. Ukuran rahim yang menyusut di minggu-minggu awal setelah melahirkan membuat otot dasar panggul kesulitan dalam membendung air di kantung kemih dan menjaga uretra agar tetap tertutup.

Dasep mengatakan, ada empat tingkatan dalam inkontinensia urin dengan tahap tiga dan empat yang parah atau dengan kata lain kemampuan menahan kencingnya yang paling lemah. Untuk mengatasi hal ini, pasien dengan tingkat tiga dan empat perlu melakukan tindakan invasif atau operasi.

“Kalau masih ringan di tingkatan satu dan dua, masih bisa dilakukan tindakan non-invasif dengan laser di klinik estetika, nanti ototnya kembali dikencangkan. Tapi kalau sudah berat harus operasi. Nanti yang mengerjakan dokter spesialis uroginekologi dan sebaiknya di rumah sakit besar,” jelas Dasep.

Dasep mengingatkan juga bahwa meski inkontinensia urin tidak berbahaya, kondisi ini dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya. Oleh karena itu, deteksi dini ketika Anda mulai merasakan kesulitan menahan air seni penting dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau