KOMPAS.com - Seperti diberitakan sebelumnya, pilot dari maskapai penerbangan Jet Airways yang mengendalikan pesawat Boeing 737 telah melakukan kelalaian sangat fatal.
Gara-gara keteledorannya tidak menekan tombol yang mengatur tekanan udara di dalam kabin, lebih dari 30 penumpang mengalami pendarahan di hidung dan telinga.
Pesawat yang rencananya terbang dari kota Mumbai menuju Jaipur, India, terpaksa kembali ke bandara sesaat setelah lepas landas.
Baca juga: Akibat Blunder Pilot, 30 Penumpang Jet Airways Terluka
Beruntung, semua penumpang dari insiden ini selamat. Berikut rekaman video yang sempat diambil salah satu penumpang bernama Darshak Hathi ke akun Twitter-nya.
Panic situation due to technical fault in @jetairways 9W 0697 going from Mumbai to Jaipur. Flt return back to Mumbai after 45 mts. All passengers are safe including me. pic.twitter.com/lnOaFbcaps
— Darshak Hathi (@DarshakHathi) September 20, 2018
Sebelum membahas seberapa penting tekanan udara di dalam kabin, mari kta menelusuri jejak perjalanan pesawat.
Di awal kemunculan pesawat, alat transportasi ini melaju hanya pada ketinggian yang rendah.
Pada akhir 1930-an, Boeing memperkenalkan 307 Stratoliner sebagai pesawat angkut komersial pertama dengan kabin bertekanan yang dapat terbang di ketinggian 6.000 meter, tapi udara di dalam kabin dibuat setara dengan tekanan udara di ketinggian 3.000 meter.
Saat pesawat semakin tinggi terbangnya, penting untuk mempertahankan semua parameter di dalam kabin demi kenyamanan penumpang. Parameter itu meliputi suhu, kelembaban, sirkulasi udara, dan tekanan kabin.
Kebanyakan jet modern terbang di ketinggian 7.600 sampai 15.000 meter. Meski begitu, pesawat sudah aman karena dilengkapi sistem yang membuat tekanan kabin sama seperti saat pesawat terbang di ketinggian 2.000 sampai 2.500 meter.
Sumber tekanan udara dan AC untuk kabin diambil dari kompresor yang digerakkan mesin (engine-driven compressor), supercharger, atau melalui celah udara (bleed air) yang diambil dari mesin.
Udara panas dikirim ke unit pendingin, lalu dikirim ke kabin. Katup luapan atau outflow valve di bagian belakang pesawat akan memastikan udara masuk ke kabin lebih cepat untuk menciptakan lingkungan bertekanan.
Hal ini untuk memastikan agar mesin tidak mengeluarkan udara supaya dapat menciptakan daya dorong untuk lepas landas. Dalam situasi seperti ini, "bleed air" dinyalakan setelah lepas landas.
Pilot pun harus memastikan bahwa setelah lepas landas, "bleed air" menyala untuk menjaga tekanan kabin.
Tubuh manusia sulit beradaptasi di lingkungan dengan ketinggian lebih dari 3.000 meter.