Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik Ulur Antara Hutan Bakau dan Perubahan Iklim

Kompas.com - 21/07/2018, 10:08 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Tidak banyak yang mengetahui fungsi hutan bakau atau mangrove dalam menanggulangi perubahan iklim dunia. Dalam kegiatan Blue Carbon Summit 2018, Rabu (18/07/2018), di Jakarta, dijelaskan bahwa hutan bakau dapat menyimpan karbon dalam jumlah besar.

“Isu besarnya itu mangrove dianggap dan memang (berperan) penting dalam kaitannya upaya mitigasi perubahan iklim. Dia punya potensi untuk menunda emisi,” ungkap Daniel Murdiyarso, peneliti senior pada Center for International Forestry Research (CIFOR).

Daniel, yang juga menjadi pembicara dalam kegiatan ini, menjelaskan bahwa hutan bakau adalah gudang yang besar bagi karbon, sehingga jika hutan bakau dihilangkan atau dirusak, jumlah karbon yang cukup besar akan lepas ke atmosfer.

Dia melanjutkan, penanganan perubahan iklim terdiri dari dua aspek: mitigasi dan adaptasi.

Baca juga: Hebatnya Mangrove, Bisa Menahan Merkuri yang Ada di Lautan

Mitigasi adalah upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim dari sumbernya. Jadi, dampaknya ditangani dari sumbernya atau penyebabnya.

"Dalam hal ini, sumber emisi dari mangrove itu deforestasi dan degradasi. Karena cadangan karbon dalam ekosistem mangrove itu besar, maka kalau terjadi deforestasi dan degradasi emisinya akan besar sekali. Sehingga salah satu cara untuk memitigasi itu menghindari deforestasi dan degradasi,” jelas Daniel.

Sementara itu, adaptasi adalah mengatasi perubahan iklim dari dampak yang ditimbulkan.

Daniel berkata bahwa salah satu dampak yang paling terlihat dari perubahan iklim adalah peningkatan air laut.

"Jadi bumi yang makin panas mencairkan es di kutub, memuaikan air laut sehingga permukaan air laut meningkat. Mangrove bisa memiliki kapasitas beradaptasi dengan itu. Air laut yang meningkat sampai 1 meter pada tahun 2100, atau sekitar 2-3 milimeter per tahun, itu dapat diatasi oleh adanya mangrove," katanya.

Baca juga: Kisah Mangrove Jakarta dan Burungnya yang Nyaris Tinggal Cerita

"Dengan adanya mangrove, dia bisa meningkatkan sedimentasi. Dari penilitian kita, laju sedimentasi di kawasan yang ada mangrovenya itu antara 5-6 milimeter per tahun. Sementara kenaikan muka laut 2-3 milimeter per tahun. Jadi bisa ada harapan untuk menghindari dampak kenaikan muka laut kalau kita punya mangrove,” imbuh Daniel.

Memang diamini bahwa hutan bakau selain baik untuk menahan perubahan iklim, juga dapat berfungsi sebagai penahan abrasi dan intrusi. Namun, ini tidak menjadi jaminan bahwa hutan bakau dapat bertahan dari fenomena tersebut.

Daniel menjelaskan bahwa walaupun mangrove telah beradaptasi dengan pasang surut air laut yang mencapai lima sampai enam meter, tetapi mereka mungkin belum siap menghadapi kenaikan permukaan air laut global yang mencapai satu meter dalam 100 tahun.

“Kalau mangrove terlalu tinggi, atau terlalu rendah, dia akan mati. Jadi kalau dia terlalu rendah, dia tidak mendapat air asin sehingga keseimbangan airnya tidak bagus. Lalu kalau terlalu tinggi, (mangrove) akan tenggelam,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau