Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Temukan Alasan Baru untuk Tidak Makan Roti dari Jangkrik

Kompas.com - 22/06/2018, 12:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com – Secara umum, memakan serangga adalah ide yang bagus bagi planet bumi. Dibanding hewan-hewan lainnya, serangga tidak memakan banyak tempat dan sumber daya untuk diternakkan.

Namun, hanya sedikit yang mau memakan serangga. Oleh karena itu, para peneliti pun mendapat ide untuk mengubah serangga, seperti jangkrik, menjadi tepung yang kemudian dicampur dengan tepung gandum dan diolah menjadi roti.

“Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menutupi keberadaan serangga dalam makanan sehari-hari dengan menggunakan bubuk dan bukan serangga utuh,” ujar Lucia Aquilanti, pakar mikrobiologi pangan di Marche Polytechnic University, Ancona, Italia.

Akan tetapi, tampaknya kita tidak akan makan roti dari tepung jangkrik dalam waktu dekat.

Baca juga: Gara-gara Studi Ini, Hilang Sudah Alasan untuk Tidak Makan Serangga

Di samping rasanya yang kurang enak dan menurut para partisipan, mirip “makanan kucing”; keberadaan jangkrik ternyata menghambat kemampuan roti untuk mengembang. Malah semakin banyak kandungan tepung jangkriknya, roti menjadi semakin bantat.

Lebih parahnya, para peneliti menemukan spora bakteri pada roti yang berisiko membuat roti cepat busuk dan membuat orang yang memakannya sakit.

Meski demikian, bukan berarti Aguilanti dan koleganya menyerah dalam membuat makanan dari serangga.

Mereka menawarkan solusi lain, seperti menggunakan iradiasi gamma, untuk membunuh spora-spora tersebut.

Lagipula, roti jangkrik ditemukan lebih bernutrisi daripada roti biasa karena mengandung lebih banyak asam amino dan protein yang dibutuhkan tubuh.

Mengenai rasanya, hasil penelitian menunjukkan bahwa hal itu tergantung dari spesies serangga yang digunakan. Kebalikan dengan jangkrik, mealworm (larva dari Tenebrio) justru memberikan rasa menyerupai kacang yang membuat roti menjadi lebih kompleks dan lezat.

Hasil studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Innovative Food Science and Emerging Technologies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau