KOMPAS.com - Dua penelitian besar yang dirilis Minggu (3/6/2018) mengungkap pengidap kanker payudara dan paru-paru tak perlu melakukan kemoterapi untuk bertahan hidup.
Kabar baik ini disampaikan saat pertemuan kanker tahunan, American Society of Clinical Oncology (ASCO) di Chicago.
Kemoterapi adalah salah satu pengobatan kanker lewat obat-obatan yang berfungsi melawan serta menghancurkan pertumbuhan kanker. Kemoterapi diberikan dengan cara oral atau melalui aliran darah, seperti suntikan atau infus.
Meski mampu menghentikan pertumbuhan dan perkembangan sel kanker dalam tubuh, kemoterapi tak jarang menimbulkan efek samping beracun yang bisa mengakibatkan kematian.
Baca juga: Mengapa Kanker Bisa Kambuh Kembali Setelah Kemoterapi?
Studi pertama, kanker payudara
Lewat tes genetika, studi pertama menemukan mayoritas wanita yang mengidap kanker payudara dapat melewatkan sesi kemoterapi dan efek sampingnya yang beracun.
Sampai saat ini, banyak wanita ragu untuk melakukan kemoterapi setelah didiagnosis mengidap kanker payudara HER2-negatif yang masih di tahap awal dan belum menyebar ke kelenjar getah bening.
"Kami menemukan sekitar 70 persen pasien kanker payudara tidak perlu melakukan kemoterapi," kata rekan penulis Kathy Albain, seorang ahli onkologi dari Loyola Medicine, dilansir Strait Times, Minggu (3/6/2018).
Tes genetik 21 yang disebut Oncotype DX sudah ada sejak 2004 dan telah membantu membuat keputusan terkait perawatan yang tepat pasca operasi.
Hasil rekurensi yang tinggi, di atas 25, menandakan kemoterapi disarankan untuk menangkal rekurensi. Sementara bila skor rendah, di bawah 10, artinya tidak perlu dilakukan kemoterapi.
Rekurensi artinya penyakit telah kembali setelah tidak terdeteksi untuk waktu yang lama.
Studi pertama ini fokus meneliti pengidap kanker yang nilai tes genetiknya berkisar antara 11 hingga 25.
Lebih dari 10.000 wanita berusia 18 hingga 75 tahun secara acak dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diberi terapi kemoterapi dan terapi hormon, kelompok kedua hanya diberi terapi hormon saja.
Para peneliti mempelajari hasilnya, termasuk kemungkinan kanker kambuh dan kesempatan hidup secara keseluruhan.
"Untuk seluruh responden penelitian dengan nilai tes genetik antara 11 dan 25, terutama pada wanita berusia 50 hingga 75 tahun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara melakukan kemoterapi dan tidak kemo," tulis temuan dalam laporan yang diterbitkan di New England Journal of Medicine.