KOMPAS.com - Salah satu tantangan terberat saat NASA mendaratkan manusia ke bulan pertama kali pada 1960-an adalah debu bulan yang tersebar di mana-mana.
Debu bulan ini tak hanya merusak pakaian para astronot, namun juga mengganggu boks kedap udara milik NASA.
Kabar terbaru NASA berniat untuk mengirim manusia ke bulan lagi dalam waktu dekat dengan misi mempelajari debu bulan.
Sebelum hal itu terjadi, studi yang terbit di GeoHealth bulan lalu mengungkap debu bulan tiruan bikinan ilmuwan memiliki efek buruk saat diuji ke sel manusia dan tikus. Dikatakan, debu bulan dapat membunuh sel dan merusak DNA.
Baca juga : Empat Fakta Tentang Apollo 16, Salah Satu Misi Pendaratan Ke Bulan
Sebagai catatan, debu bulan tiruan bikinan ilmuwan tidak sama dengan debu bulan asli. Sebab itu, debu bulan tiruan mungkin bukan cerminan yang akurat untuk menggambarkan risiko pendaratan di bulan nanti.
Meski demikian, antisipasi tetap dilakukan oleh para ilmuwan. Sebab itu, ilmuwan membuat lima resep berbeda untuk melapisi pangkalan mereka agar terhindar dari risiko debu bulan.
Hingga melakukan pendaratan di bulan, ini adalah cara terbaik yang dilakukan para ilmuwan untuk menilai risiko debu bulan.
Istilah debu bulan sebenarnya sedikit keliru. Debu bulan tidak sama dengan debu bumi yang berupa kotoran dari tanah, misalnya partikel kecil di perabotan.
Debu bulan adalah partikel kecil yang dihasilkan oleh hantaman meteorit atau tabrakan benda luar angkasa dengan bulan. Batu-batuan itu meleleh dan menciptakan debu bulan.
Baca juga : Banyak Sampah Menumpuk di Bulan, Apa Saja Kira-kira?
Penelitian sebelumnya telah mengekspos tikus pada debu bulan tiruan atau mencoba ekstrapolasi kondisi bulan dari penelitian pada orang-orang yang tinggal di dekat kawasan letusan gunung berapi, di mana abu vulkanik terbentuk akibat lelehan batu.
Berbeda dengan sebelumnya, studi baru ini mengamati apa yang terjadi pada tubuh terhadap paparan debu bulan dan apa yang terjadi pada DNA.
Tim penulis berharap mereka dapat segera mendapatkan sampel debu bulan asli untuk melakukan pengamatan lebih lanjut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.