KOMPAS.com - Beberapa pekan belakangan, masyarakat dibuat resah dengan adanya kabar produk makarel kemasan kaleng yang terinfeksi cacing jenis nematoda, Anisakis simplex.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pun telah mengeluarkan perintah terhadap 27 produsen makarel kaleng yang diketahui bercacing untuk menarik produknya dari pasaran.
Namun masih ada yang mengganjal di benak masyarakat, apakah bahayanya jika telanjur mengonsumsi makarel kaleng bercacing? Hal ini dijawab oleh ahli parasitologi FK UI, Saleha Sungkar.
Dia menegaskan, makarel berkaleng tersebut aman dikonsumsi karena larva cacing Anisakis simplex telah mati.
Penyakit akibat infeksi cacing memang bisa saja menimpa manusia, tetapi tidak dalam kasus makarel kaleng. Pasalnya, proses pemanasan saat ikan diwadahi dalam kaleng telah berhasil membunuh cacing parasit sehingga tidak berbahaya.
Baca juga : Ditemukan Cacing pada Makarel Kaleng, Pakar Bilang Itu Aman
Infeksi cacing Anisakis pada manusia cenderung terjadi seusai menyantap olahan ikan secara mentah seperti sushi dan sashimi. Larva yang terbawa dari ikan kemungkinan masih hidup karena tidak melalui pemanasan dan proses memasak yang matang sempurna.
“Manusia terinfeksi karena ikan mentah tersebut tercemar larva stadium tiga atau stadium empat,” ujarnya kepada Kompas.com pada Senin (2/4/2018).
Larva stadium tiga yang dimaksud adalah larva berukuran 100-200 mikron yang menumpang tinggal pada organ pencernaan ikan laut. Warna larva ini putih kemerahan, dan pada bagian anterior terdapat gigi pengebor sebagai senjata untuk menyusup ke tubuh inangnya.
Saleha berkata bahwa pada manusia, larva ini akan mendiami dan menempel pada mukosa lambung dan usus. Kendati demikian, larva di tubuh manusia tidak sampai berkembang menjadi dewasa dan hanya mengalami peningkatan stadium menjadi empat yang ditandai dengan pergantian kulit.
Baca juga : Tak Selalu Bahaya, Ini Catatan FAO tentang Cacing Pada Makarel Kaleng
Secara terpisah, Peneliti Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Kartika Dewi menambahkan, larva berhenti siklus hidupnya karena manusia bukan inang sebenarnya. Mamalia laut, seperti lumba-lumba, beruang laut, singa laut, dan paus, adalah hospes atau induk semang sesungguhnya yang dibutuhkan larva ini untuk bisa berubah menjadi cacing.
“Pada manusia, larva akan mati dan menimbulkan peradangan, menyebabkan alergi, dan menyumbat usus,” ucapnya saat dihubungi Kompas.com pada Senin (2/4/2018).
Gejala
Demikian pula yang disampaikan Saleha. Apabila dalam selang waktu satu hingga tujuh jam seusai bersantap ikan laut mentah, Anda menunjukkan reaksi seperti muntah tanpa henti selama lima hingga 10 menit, waspadai infeksi cacing jenis nematoda ini. Apalagi jika ditambah dengan nyeri pada bagian ulu hati.
Pasalnya, bila larva mendesak dinding lambung, gastritis pun tidak terhindarkan. Nyeri hebat akan dirasakan pada daerah ulu hati sehingga berimbas pada munculnya kolik, mual, muntah, muntah darah (hematemesis), diare, sakit di dada, serta gatal-gatal pada kulit.
Baca juga : Peneliti LIPI: Tak Mengagetkan Ikan Makarel Terinfeksi Cacing Parasit
Lalu, larva tidak betah bermukim pada satu bagian tubuh. Reaksi penyakit anisakis, kata Saleha, bisa menjalar ke bagian tubuh lain bergantung pada pergerakan larva.