Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Gejala Infeksi Anisakis Simplex yang Ada pada Makarel Kaleng

Kompas.com - 03/04/2018, 08:05 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa pekan belakangan, masyarakat dibuat resah dengan adanya kabar produk makarel kemasan kaleng yang terinfeksi cacing jenis nematoda, Anisakis simplex.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI pun telah mengeluarkan perintah terhadap 27 produsen makarel kaleng yang diketahui bercacing untuk menarik produknya dari pasaran.

Namun masih ada yang mengganjal di benak masyarakat, apakah bahayanya jika telanjur mengonsumsi makarel kaleng bercacing? Hal ini dijawab oleh ahli parasitologi FK UI, Saleha Sungkar.

Dia menegaskan, makarel berkaleng tersebut aman dikonsumsi karena larva cacing Anisakis simplex telah mati.

Penyakit akibat infeksi cacing memang bisa saja menimpa manusia, tetapi tidak dalam kasus makarel kaleng. Pasalnya, proses pemanasan saat ikan diwadahi dalam kaleng telah berhasil membunuh cacing parasit sehingga tidak berbahaya.

Baca juga : Ditemukan Cacing pada Makarel Kaleng, Pakar Bilang Itu Aman

Infeksi cacing Anisakis pada manusia cenderung terjadi seusai menyantap olahan ikan secara mentah seperti sushi dan sashimi. Larva yang terbawa dari ikan kemungkinan masih hidup karena tidak melalui pemanasan dan proses memasak yang matang sempurna.

“Manusia terinfeksi karena ikan mentah tersebut tercemar larva stadium tiga atau stadium empat,” ujarnya kepada Kompas.com pada Senin (2/4/2018).

Larva stadium tiga yang dimaksud adalah larva berukuran 100-200 mikron yang menumpang tinggal pada organ pencernaan ikan laut. Warna larva ini putih kemerahan, dan pada bagian anterior terdapat gigi pengebor sebagai senjata untuk menyusup ke tubuh inangnya.

Saleha berkata bahwa pada manusia, larva ini akan mendiami dan menempel pada mukosa lambung dan usus. Kendati demikian, larva di tubuh manusia tidak sampai berkembang menjadi dewasa dan hanya mengalami peningkatan stadium menjadi empat yang ditandai dengan pergantian kulit.

Baca juga : Tak Selalu Bahaya, Ini Catatan FAO tentang Cacing Pada Makarel Kaleng

Secara terpisah, Peneliti Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Kartika Dewi menambahkan, larva berhenti siklus hidupnya karena manusia bukan inang sebenarnya. Mamalia laut, seperti lumba-lumba, beruang laut, singa laut, dan paus, adalah hospes atau induk semang sesungguhnya yang dibutuhkan larva ini untuk bisa berubah menjadi cacing.

“Pada manusia, larva akan mati dan menimbulkan peradangan, menyebabkan alergi, dan menyumbat usus,” ucapnya saat dihubungi Kompas.com pada Senin (2/4/2018).

Gejala

Demikian pula yang disampaikan Saleha. Apabila dalam selang waktu satu hingga tujuh jam seusai bersantap ikan laut mentah, Anda menunjukkan reaksi seperti muntah tanpa henti selama lima hingga 10 menit, waspadai infeksi cacing jenis nematoda ini. Apalagi jika ditambah dengan nyeri pada bagian ulu hati.

Pasalnya, bila larva mendesak dinding lambung, gastritis pun tidak terhindarkan. Nyeri hebat akan dirasakan pada daerah ulu hati sehingga berimbas pada munculnya kolik, mual, muntah, muntah darah (hematemesis), diare, sakit di dada, serta gatal-gatal pada kulit.

Baca juga : Peneliti LIPI: Tak Mengagetkan Ikan Makarel Terinfeksi Cacing Parasit

Lalu, larva tidak betah bermukim pada satu bagian tubuh. Reaksi penyakit anisakis, kata Saleha, bisa menjalar ke bagian tubuh lain bergantung pada pergerakan larva.

Jika menyerang esofagus (kerongkongan) dan menempel pada faring (tenggorokan) maka respons tubuh yang keluar berupa batuk dan rasa gatal bersamaan dengan pengeluaran air liur dan buang air besar.

Penyakit anisakiasis juga bisa menyerang usus halus. Tanda gejala yang ditunjukkan yakni diare yang bergantian dengan sembelit setelah satu hingga lima hari memakan ikan mentah yang dicurigai terkontaminasi larva cacing Anisakis.

Terkadang, bisa terjadi feses yang bercampur darah. Ciri tersebut ada yang disertai dengan demam ringan atau tidak demam sama sekali.

“Infeksi cacing pada usus halus di bagian distal ileum atau sekum mengakibatkan perut bagian abdomen tiba-tiba sakit yang dibarengi dengan mual, muntah, dan iritasi peritoneal (membran yang membungkus perut),” jelasnya.

Untuk kasus tertentu, terkadang larva sanggup berpindah hingga rongga pleura sehingga menyebabkan peritonitis atau pleuritis.

Saleha pun berpesan bahwa penyakit anisakis bisa sembuh dengan sendirinya selama tidak merembet hingga ke organ selain pencernaan. Deteksi dini melalui gastrokopi dan USG diperlukan untuk mengamati sejauh mana pergerakan larva. Pembedahan baru akan dilakukan bila penyakit tersebut diidap menahun.

“Sedangkan reaksi inflamasi karena larva bisa ditekan dengan kortikosteroid atau obat albendazol,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com