KOMPAS.com - Kebiasaan membakar sampah plastik kerap dilakukan masyarakat. Dalih yang dipakai adalah untuk mengurangi tumpukan sampah.
Sampah memang berkurang karena menyusut menjadi abu setelah pembakaran, tetapi cara ini justru menimbulkan masalah baru bagi kesehatan maupun lingkungan.
Menurut Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, DR Emil Budianto, yang ditemui disela-sela acara Seminar bersama Technoplast, sampah plastik yang menggunung menyimpan kandungan karbon dan hidrogen.
Zat-zat tersebut akan berkumpul dengan zat lain seperti klorida yang ditemukan pada sisa makanan, dan ketika disulut api, campurannya akan melepaskan zat berbahaya bagi manusia.
Baca juga : Jangan Mengemas Makanan Pakai Kresek, Bisa Beracun bagi Tubuh
“Kalau sampah-sampah plastik beserta sisa makanan itu dibakar akan memproduksi dioksin dan furan. Zat tersebut dalam konsentrasi kecil saja bisa menyebabkan kematian,” ujarnya pada Senin (26/3/2018) di Jakarta.
Emil melanjutkan, paparan zat dioksin apabila dihirup manusia dalam waktu singkat akan menimbulkan reaksi batuk, sesak napas, dan pusing. Gejala tersebut adalah respons tubuh saat terpapar zat berbahaya.
Lalu, paparan dioksin pada jangka panjang diketahui bisa memicu kanker.
Bahaya lain dari pembakaran sampah adalah pencemaran udara. Pasalnya, emisi karbondioksida yang dihasilkan akan menipiskan lapisan ozon.
Baca juga : Penemuan yang Mengubah Dunia: Plastik, Si Serba Guna Tapi Berbahaya
Emil berkata bahwa sampah yang semula padat akan berubah menjadi partikel zat yang merusak lapisan ozon. Gas rumah kaca pun akan meningkat sehingga pemanasan global semakin parah. Ini akan berdampak pada kehidupan manusia seperti suhu bumi semakin panas dan pencairan es di kutub.
Sebetulnya, ada cara agar pembakaran tidak menimbulkan dioksin, yakni pembakaran stabil yang berlangsung pada suhu 1.000 derajat celcius. Namun, suhu sebesar itu baru bisa dilakukan jika membakar menggunakan mesin incinerator.
“Pembakaran tidak menghasilkan zat bahaya selama dilakukan pada suhu 1.000 derajat Celsius. Untuk rumah tangga ini sulit tentunya,” ujar Emil.
Oleh karena itu, kebiasaan membakar plastik sebaiknya dihentikan. Emil menyarankan agar masyarakat mulai sadar untuk mengurangi pemakaian plastik. Setiap kali berbelanja, lebih baik membawa tas sendiri. Lalu, pembelian botol air minum kemasan sekali pakai ditekan, dan digantikan dengan membawa botol minum sendiri dari rumah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.