KOMPAS.com — Belakangan, masalah polusi dan sampah plastik di perairan Indonesia menjadi sorotan masyarakat. Masalah ini sebetulnya tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi merupakan masalah global yang harus menjadi perhatian bersama.
Para peneliti yang telah bertahun-tahun mengamati akumulasi sampah di Samudra Pasifik utara yang disebut “Kumpulan Sampah Pasifik Raksasa” atau “Pusaran sampah” baru saja memublikasikan temuan mereka dalam jurnal Scientific Reports.
Mereka menemukan bahwa sampah di wilayah ini berisi 10-16 kali lebih banyak plastik dari yang diduga sebelumnya, yakni sekitar 87.000 ton. Sampah-sampah ini menyebar seluas 1,6 juta kilometer persegi dari Hawaii sampai California, atau sekitar 85 persen luas Indonesia yang 1,9 juta kilometer persegi.
Lebih mengerikannya, jumlah ini masih terus bertambah dengan kecepatan melebihi perairan di sekitarnya.
Baca juga: Timbunan Plastik 1,4 Kali Indonesia Ditemukan di Lautan Pasifik
Laurent Lebreton dari The Ocean Cleanup Foundation yang memimpin studi mengatakan kepada Gizmodo, Kamis (22/3/2018), akumulasi plastik di daerah ini disebabkan oleh arus yang mengumpul dan angin permukaan laut yang rendah.
“Ini adalah fenomena alami yang terjadi di semua cekungan samudra subtropis di dunia. Sebenarnya, ada empat lagi zona akumulasi seperti ini: Pasifik selatan, Atlantik utara, Atlantik selatan, dan Samudra Hindia,” ujarnya.
Dalam menyelidiki tingkat keparahan polusi di Samudra Pasifik utara, tim Lebreton melakukan survei udara dan mengumpulkan 652 jaring yang ditarik oleh 18 kapal dari 27 Juli hingga 18 September 2015.
Sebanyak 99,9 persen dari sampah yang ditemukan di sini adalah plastik. Tiga perempatnya berukuran lebih dari 5 sentimeter, sedangkan delapan persen dari seluruh massanya berupa mikroplastik yang ukurannya kurang dari lima milimeter atau sebesar biji wijen.
Namun, 94 persen dari sekitar 1,8 juta potongan sampel yang mengapung di perairan ini adalah mikroplastik.
Baca juga: Krisis Air Bersih Ancam Jakarta, LIPI Usulkan 2 Solusi
Claudia Halsband, peneliti senior di Akvaplan Niva yang tidak terlibat dalam studi, berkata bahwa perbedaan antara massa dan jumlahnya ini ini wajar saja karena satu makroplastik bisa pecah menjadi ribuan atau bahkan jutaan mikroplastik.
Selain itu, hanya beberapa jenis plastik tertentu yang bisa mengapung dan mengumpul di perairan ini, yakni polyethylene dan polypropylene yang biasanya digunakan sebagai kemasan. Mayoritas telah pecah menjadi mikroplastik, meski beberapa masih terlihat berbentuk botol, tutup botol, tali, jaring, dan lain-lain.
Walaupun terlihat banyak, para peneliti menduga bahwa jumlah asli dari sampah plastik di Samudra Pasifik utara lebih banyak dari perkiraan mereka. Mereka pun memperkirakan bahwa jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya kualitas teknik survei dan naiknya polusi plastik dunia.
Menghadapi hal ini, para peneliti berkata bahwa langkah berikutnya adalah untuk mengetahui sumber utama dari seluruh sampah plastik di perairan ini dan berapa lama sampah bertahan di suatu area sebelum terbawa arus laut ke area lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.