Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perangi Perdagangan Satwa Liar, Ahli Konservasi Pakai Teknologi Tinggi

Kompas.com - 13/03/2018, 17:00 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

Sumber AFP

KOMPAS.com - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang punya keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Banyak satwa yang merupakan endemik (satwa asli) Indonesia, seperti harimau, orangutan, burung kasuari, dan lain sebagainya.

Sayangnya, keanekaragaman hayati tersebut kini terancam. Salah satu alasannya adalah perdagangan satwa liar yang makin marak.

Bahkan, perdagangan satwa ilegal ini telah membawa beberapa spesies ke jurang kepunahan. Ini tentu meresahkan banyak kalangan, di antaranya para ahli konservasi.

Untuk itu, para ahli konservasi kini menggunakan gadget atau perangkat eletronik untuk melindungi satwa langka dan terancam punah.

Baca juga: 78 Raksasa Teknologi Bersatu Melawan Perdagangan Satwa Ilegal

"Tanpa ragu (teknologi) mungkin adalah salah satu cara terbesar untuk membantu orang baik menangkap orang jahat," ungkap Matthew Pritchett dari kelompok anti-perdagangan Freeland Foundation dikutip dari AFP, Senin (12/03/2018).

"Para kriminal yang berada di balik perdagangan satwa liar ilegal adalah sindikat besar yang terogranisir dan sangat canggih," imbuhnya.

Demi mengimbangi kelompok perdagangan satwa ilegal tersebut, para aktivis sekarang menerapkan teknologi.

Salah satunya, Wildlife Conservation Society (WCS) yang bekerja sama dengan pihak berwenang di Indonesia. Mereka menggunakan software untuk memetakan jaringan kriminal dan mengambil data dari perangkat elektronik (sindikat) yang disita.

Barcode DNA

Penggunaan teknologi dalam memerangi perdagangan satwa liar juga dilakukan oleh International Animal Rescue Indonesia (IAR). Mereka menggunakan barcode DNA yang mengandalkan urutan genetik pendek untuk mengidentifikasi spesies.

Dengan cara ini, sampel jaringan dari hewan yang disita bisa dirujuk silang dengan database kode genetik yang tersimpan. Cara ini akan membantu membedakan antara spesies dan sub-spesies dengan jelas.

"Jika kita memiliki hewan yang telah diketahui dan punya hewan yang ditemukan, contohnya di Jakarta, kita bisa membandingkan sampel genetiknya," kata Christine Rattel, penasehat program IAR.

"Kita kemudian bisa melacak area perburuan (hewan tersebut) dan rute perdagangannya," sambungnya.

Baca juga: Kasus Turis Beri Minuman Keras pada Hewan, Apa Kata Aktivis Satwa?

Bantuan dari lembaga konservasi semacam ini membantu pemerintah Indonesia untuk memerangi kepunahan satwa. Apalagi, para ahli mengungkapkan bahwa meski sudah ada serangkaian undang-undang untuk melindungi satwa, penjaga hutan dan polisi Indonesia kekurangan sumber daya ilmiah.

"Apa yang banyak orang tidak sadari adalah petugas penegak hukum bukan ahli biologi," kata Pritchett.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau