Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berapa Kenaikan Berat Badan yang Baik agar Ibu Hamil Tidak Hipertensi?

Kompas.com - 22/02/2018, 12:30 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com -- Risiko hipertensi mengintai wanita hamil yang mengalami kenaikan berat badan secara drastis selama masa mengandung. Hal ini diungkapkan oleh Benny Johan Marpaung, dokter spesialis kandungan dan kebidanan dalam acara perayaan lima tahun Orami di Jakarta pada Rabu (21/2/2018).

Ibu hamil jangan sampai obesitas. Pertambahan berat badan maksimal hanya dalam rentang 6,5 kilogram sampai 16 kilogram selama kehamilan. Berbahaya hipertensi,” ujarnya.

Untuk mengurangi kemungkinan mengidap hipertensi, Benny juga menyarankan para ibu hamil untuk mengatur pola makan, seperti membatasi makan mie instan. Pasalnya, selain memicu kelebihan berat badan, kandungan sodium pada mie instan juga bisa menyebabkan hipertensi.

Baca juga : Ingin Segera Hamil? Ketahui Masa Subur Anda

Kendati belum ada literatur resmi yang menyebutkan berapa kali mie instan boleh dikonsumsi, Benny menyarankan hanya satu kali dalam satu bulan. Lalu, proses pemasakan mie bisa ditambahkan dengan sayur mayur supaya meningkatkan nilai gizi makanan.

“Prinsipnya kan, apa yang dimakan ibu itu akan berimbas ke perkembangan janin, sehingga harus diperhatikan asupan makanan yang masuk,” ujarnya.

Benny menjelaskan, ibu hamil yang punya riwayat hipertensi juga berpotensi mengalami hipertensi saat periode mengandung. Menurut dia, pemberian obat untuk menurunkan tekanan darah diperbolehkan asalkan terdapat label aman bagi ibu hamil.

Baca juga : Test Pack Positif, tetapi Dokter Bilang Belum Hamil, Kenapa Bisa?

Hipertensi, sebut Benny, merupakan penyakit yang mengancam hidup janin dan ibu. Tekanan darah ibu hamil melampui 140/90 mmHG ketika terserang hipertensi. Tingkatan hipertensi dibedakan dari yang ringan hingga kronis.

Jika hipertensi semakin parah, ibu hamil juga akan mengalami perdarahan baik saat fase hamil ataupun saat persalinan. Janin yang dikandung berpotensi mengalami toksimia dan kurang memperoleh suplai oksigen dan nutrisi. Asupan terhambat lantaran aliran darah ke plasenta menurun.

“Jika hipertensi memasuki tahap preeklamsia, ibu hamil bisa kejang. Lebih buruknya, bisa stroke karena pembuluh darah di otak pecah,” ujar Benny.

Risiko terburuk, sebut Benny, adalah kematian pada bayi maupun ibu hamil. Dampak negatif lainnya adalah bayi mengalami kecacatan karena kurang mendapatkan zat gizi.

“Bahaya lainnya adalah plasenta solusio atau plasenta copot dari dinding rahim. Rahim perdarahan bisa keguguran atau janin mati,” kata Benny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau