Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telat Haid tapi Tak Hamil, Ada Apa dengan Tubuh?

Kompas.com - 09/02/2018, 18:30 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com — Perempuan yang sudah mendapat datang bulan pasti akan panik jika menstruasi berikutnya datang terlambat.

Entah itu satu bulan, dua bulan, enam bulan, atau ada pula yang bertahun-tahun. Banyak dari kita yang cemas dan mempertanyakan penyebab kondisi tidak normal tersebut.

Namun, sebelum membahas lebih lanjut tentang telat datang bulan, ada baiknya kita tahu bagaimana siklus menstruasi yang normal.

Dr Yassin Yanuar, MIB, SpOG, menjelaskan, menstruasi normal dapat dilihat dari berbagai macam aspek.

Baca juga: Menstruasi Bikin Perempuan Berubah? Penelitian Terbaru Membantahnya

Mulai dari siklus menstruasi yang biasanya berlangsung setiap 21-35 hari atau paling cepat 3 minggu dan paling lama 5 minggu.

Selain siklus menstruasi, kita juga perlu tahu durasi, yaitu 5-7 hari, serta berapa banyak darah yang dapat ditampung dalam pembalut setiap harinya. Ia mengatakan, normalnya darah yang dikeluarkan adalah 80 CC atau sekitar 2 sampai 4 pembalut per hari.

Nah, jika seorang perempuan yang biasanya memiliki menstruasi normal dan mendadak menjadi jarang, itu berarti tubuh sedang mengalami gangguan menstruasi.

"Lebih dari 35 hari tidak haid sama sekali, itu kita sebut sebagai oligomenorea, bila berturut-turut tidak haid selama 3 bulan, disebut amenorea sekunder," kata Yassin kepada Kompas.com, Kamis (8/2/2018).

Amenore sekunder merupakan kondisi ketika perempuan sebelumnya pernah mengalami menstruasi secara normal, kemudian siklusnya terhenti.

Hal yang perlu dipastikan pertama kali, adalah memastikan penyebab amenorea sekunder tersebut akibat kehamilan atau tidak. Maka, bila terlambat haid, disarankan untuk melakukan tes kehamilan.

CEO Bamed Health Care Jakarta itu berkata bahwa penyebab amenore sekunder bisa muncul karena ada gangguan yang terjadi pada berbagai organ penghasil hormon reproduksi.

Pertama bisa karena hipotalamus-hipofisis, yaitu penghasil hormon di otak. Kedua, adanya gangguan di ovarium. Ketiga, gangguan pada poros siklus hormon hipotalamus-hipofisis-ovarium, dan terakhir gangguan pada saluran kandungannya itu sendiri.

Nah, amenore sekunder muncul karena ada gangguan organ di atas. WHO sendiri menyebut ada empat klasifikasi sehingga menyebabkan gangguan.

"Pertama, gangguan dengan hormon otak dan hormon ovarium yang rendah (hipogonadotropin-hipogonadism), gangguan dengan hormon otak dan hormon ovariumnya normal (normogonadotropin-normogonadism), gangguan hormon otak tinggi tapi hormon ovarium rendah (hipergonadotropin-hipogonadism), dan gangguan hiperprolaktinemia," ujar dokter spesialis kebidanan dan kandungan itu.

Baca juga: Kram Perut Saat Menstruasi Bisa Jadi Tanda Penyakit Ini

Pada perempuan yang mengalami amenore sekunder, kebanyakan karena hormon ovariumnya normal namun ada gangguan pematangan telur, atau interaksi poros dari hipotalamus-hipofisis-ovarium, seperti dalam kategori kedua. Hal ini sering disebut sebagai polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik.

Yassin menyarankan bagi perempuan yang mengalami siklus haid tidak normal untuk segera memeriksakan ke dokter agar dapat segera ditangani permasalahannya sesuai penyebab gangguan.

Gangguan seperti ini tak hanya membuat haid tidak normal, tetapi juga dapat mengganggu peluang kehamilannya. 

Di mana salah satu syarat hamil adalah ada sel telur yang siap dibuahi. Bagi perempuan yang haidnya normal, dia bisa menghasilkan sel telur yang bisa dibuahi.

"Tapi, jika ada gangguan haid, dia tidak memiliki sel telur yang bisa dibuahi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau