Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Paham soal Demam Kuning, Warga Rio Bunuh 200 Monyet

Kompas.com - 14/02/2018, 21:37 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

Sumber Newsweek

KOMPAS.com -- Sejak awal 2018, sebanyak 238 monyet ditemukan mati di Rio de Janeiro. Dari jumlah ini, sebanyak 69 persen menunjukkan tanda-tanda diserang oleh manusia, baik melalui dipukuli atau diracun.

Kekejaman berawal ketika jumlah kasus demam kuning pada Januari 2018 meningkat jadi tiga kali lipat dari tahun 2017. Sebanyak 20 pasien meninggal di Sao Paolo akibat penyakit ini.

Warga Rio yang mengira bahwa demam kuning disebarkan oleh monyet ke manusia kemudian mulai menyerang primata tersebut. Dalam sehari, sebanyak 20 monyet ditemukan mati dan 18 di antaranya menunjukkan tanda-tanda dibunuh oleh manusia.

Padahal, ini adalah sebuah kesalahpahaman besar.

Baca juga : Bukan Tikus, Ternyata Inilah yang Menyebarkan Wabah Maut Hitam

Daniel Caplivski, pakar penyakit menular dan Director of the Travel Medicine Program di Icahn School of Medicine at Mount Sinai menjelaskan kepada Newsweek, Senin (12/2/2018) bahwa virus demam kuning disebarkan oleh nyamuk yang terinfeksi. Monyet justru tidak bisa menularkannya secara langsung kepada manusia tanpa melalui nyamuk sebagai perantara.

Namun dalam mayoritas kasus, nyamuk terinfeksi demam kuning setelah menggigit manusia dan menyebarkan ke manusia lain.

Oleh karena itu, Caplivski menegaskan bahwa membunuh monyet tidak akan bisa menghentikan wabah demam kuning di antara manusia. “Jawabannya pendeknya ‘Tidak’. Intinya, demam kuning adalah virus yang disebarkan oleh nyamuk,” ujarnya.

Lebih buruknya lagi, para pakar justru mengandalkan monyet untuk memetakan keberadaan nyamuk-nyamuk yang terinfeksi dan populasi yang paling berisiko.

Baca juga : Wabah Difteri di Indonesia, Antara Vaksinasi dan Antibiotik

“Sering kali para pakar epidemiologi mencari bangkai monyet sebagai peringatan akan keberadaan virus demam kuning di sekitarnya. Ini adalah bagian dari pengawasan,” kata Caplivski.

Pasalnya, jumlah vaksin yang ada tidak cukup untuk semua rakyat Brasil. Selain itu, vaksin hanya efektif jika diberikan dalam jangka waktu 10 hari sejak individu terinfeksi oleh virus.

Oleh karena itu, vaksin biasanya diprioritaskan untuk populasi yang paling berisiko. Dengan mengetahui perkembangan penyakit ini pada monyet, para peneliti dapat memprediksi populasi mana yang paling rentan terhadap wabah demam kuning.

“Monyet adalah korban dari wabah ini, dan jika tidak ada lagi monyet di pedesaan, maka nyamuk akan mulai menyerang manusia,” kata Fabiana Lucena, koordinator di Rio Veterinary Center kepada AFP, Minggu (11/2/2018).

“Monyet berfungsi untuk menunjukkan ke mana virus telah menyebar,” imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau