Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wabah Difteri di Indonesia, Antara Vaksinasi dan Antibiotik

Kompas.com - 13/12/2017, 12:40 WIB

Oleh Kambang Sariadji

KOMPAS.com - Wabah difteri makin meluas sehingga meneror masyarakat dan pemerintah Indonesia.

Bakteri penyebab difteri menyebar dengan cepat tidak hanya di daerah yang layanan kesehatannya dinilai buruk, tapi juga menyerang warga di ibu kota, yang dianggap memiliki sistem layanan kesehatan jauh lebih baik.

Sejak Januari hingga November 2017 tercatat 593 kasus difteri, tersebar di 95 kabupaten dan kota di 20 provinsi, dengan angka kematian 32 kasus. Data World Health Organization (WHO) tentang penyakit difteri menunjukkan jumlah kasus difteri di Indonesia naik turun sejak 1980-an.

Penyebab wabah difteri, antara lain, imunisasi anti difteri yang belum menyentuh seluruh anak di negeri ini (sekitar 75 persen) dan tingkat “keampuhan” antibiotik untuk melawan bakteri ini mulai ada penurunan.

Cakupan Imunisasi DifteriRiskesdas/Sistem Imunisasi Indonesia Cakupan Imunisasi Difteri

Riset yang kami lakukan pada 2015 tentang pola resistensi antibiotik terhadap bakteri difteri menunjukkan kepekaan antibiotik penicillin terhadap difteri sebesar 84 persen dan kepekaan eritromisin sebesar 91,2 persen.

Kepekaan antibiotik menunjukkan kemampuan daya bunuh antibiotik terhadap bakteri. Saat ini penisilin dan eritromisin adalah antibiotik pilihan untuk mengobati penyakit difteri.

Tingkat kepekaan antibiotik tersebut menurun dibanding hasil penelitian Robert C. Rockhill di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada 1982 yang menunjukkan antibiotik ampisilin, yang merupakan golongan penisilin, dan antibiotik eritromisin masih 100 persen sensitif terhadap difteri.

Indonesia perlu kajian lanjut dan mempertimbangkan tinjauan tata laksana pengobatan difteri.

Yang perlu diwaspadai adalah kecenderungan jumlah kasus penyakit ini meningkat sejak 2007 (183 kasus) dan puncaknya pada 2012 (1.192 kasus). Setelah itu menurun tapi angkanya masih ratusan kasus.

Jumlah kasus difteri Indonesia dari tahun ke tahun.Riskesdas/Angka 2016 dari Profil Kesehatan Indonesia 2016 Jumlah kasus difteri Indonesia dari tahun ke tahun.

Data Kementerian Kesehatan juga menyebutkan kasus difteri yang ditemukan sepanjang 2017 tidak terbatas usia. Difteri lebih sering menyerang anak–anak usia di bawah 12 tahun dan lebih berdampak fatal ketimbang saat menyerang orang dewasa.

Menular lewat udara

Difteri merupakan penyakit yang menular melalui udara yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini menyerang saluran napas sebelah atas dengan gejala demam tinggi, sakit tenggorokan, susah menelan, dan kesulitan bernapas.

Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin (racun).

Toksin ini menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf serta dapat berakibat kematian. Karena itu, satu saja ditemukan kasus difteri, pemerintah harus mengumumkannya sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Halaman:



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau