Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Tikus, Ternyata Inilah yang Menyebarkan Wabah "Maut Hitam"

Kompas.com - 18/01/2018, 09:09 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Pernahkah Anda mendengar mengenai wabah maut hitam atau black death?

Wabah maut hitam ini merupakan salah satu wabah terburuk dalam sejarah manusia. Pasalnya, wabah yang menyerang Eropa pada abad ke-14 hingga ke-19 itu membunuh puluhan juta orang.

Wabah ini disebut dengan maut hitam karena menyerang getah bening seseorang. Getah bening dari penderitanya berubah menjadi htam dan bengkak setelah bakteri pestis Yersinia masuk melalui kulit.

Hingga hari ini, wabah yang terjadi selama 500 tahun tersebut diperkirakan disebarkan oleh tikus atau hewan pengerat lainnya. Penularannya melalui kutu hewan pengerat yang terbang kepada manusia.

Baca juga: Wabah Difteri di Indonesia, Antara Vaksinasi dan Antibiotik

Tapi baru-baru ini, para peneliti menemukan hal lain terkait dengan penularan wabah ini. Monica Green, sejarawan di Arizona State University, menyebut bahwa teka-teki terbesar mengenai wabah ini adalah mekanisme fisik yang mempercepat penyebaran wabah.

Menjawab pertanyaan Monica, sebuah temuan yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Science menjelaskan bahwa poin utama penyebaran wabah ini ada pada kutu, bukan hewan pengerat yang jadi penyebabnya.

"Teori klasinya adalah transmisi tikus-kutu," ungkap Katharine Dean, peneliti dari University of Oslo sekaligus penulis utama penelitian ini dikutip dari Washington Post, Selasa (16/01/2018).

Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Oslo tersebut memodelkan tiga rute transmisi untuk penyakit ini, yaitu tikus, udara dan kutu, serta kutu. Mereka menggunakan data kematian dari 9 kejadian yang terjadi selama periode pandemi (wabah) kedua.

Data kematian dari beberapa abad memberikan rincian paling penting, ungkap Boris Schmid yang merupakan co-author penelitian ini. Ahli biologi komputasi itu juga menambahkan bahwa dengan data tersebut timnya bisa mendokumentasikan kenaikan dan penurunan wabah kematian per minggu karena penyakit ini sangat ganas dan tanda-tanda infeksinya sangat jelas.

Hasilnya menunjukkan bahwa penyebaran penyakit ini disebabkan oleh kutu manusia dan kutu tubuh.

"Hasil kami mendukung bahwa ektoparasit manusia adalah vektor utama untuk wabah selama pandemi kedua, termasuk maut hitam," tulis temuan tersebut dikutip dari CNN, Selasa (16/01/2018).

Baca juga: Wabah Flu Dimulai Ketika Suhu Mendadak Dingin

Hasil ini mendapat tanggapan dari beberapa peneliti lain. Nukhet Varlik, profesor sejarah yang mempelajari wabah ini selama Kekasisaran Ottoman dari Rutgers University, New Jersey menyebut temuan ini adalah teori yang "masuk akal".

"(Sayangnya, penelitian ini) secara eksklusif hanya fokus pada pengalaman yang terjadi di Eropa. Wabah ini menyebah melintasi Afro-Eurasia selama Pandemi dan terus berlanjut beberapa abad," kritik Varlik.

Tanggapan berbeda dilontaskan oleh Raina Maclntyre, profesor epidemiologi infeksi penyakit dari University of New South Wales, Australia.

"Studi seperti ini dapat membantu lebih memahami transmisi cepat wabah, yang kemudian menunjuk pada tindakan pengendalian yang paling sesuai," ungkap Maclntyre.

Maut hitam sendiri merupakan wabah penyakit yang masih ada hingga saat ini. Pada Agustus hingga November 2017 lalu, Badan kesehatan dunia (WHO) menyebut bahwa penyakit ini dicurigai dan dikonfirmasi bertanggung jawab atas 171 kematian di Madagaskar.

Tapi baru-baru ini, para peneliti menemukan hal lain terkait dengan penularan wabah ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com