KOMPAS.com - Kasus gugatan cerai Basuki Tjahaja Purnama atau kerap disapa Ahok kepada istrinya Veronica Tan kini tengah viral. Kabar tersebut tentu mengejutkan khalayak karena keduanya selama ini terlihat selalu kompak.
Seperti semua pasangan suami istri, mungkin keduanya tak pernah menyangka akan bercerai. Bisa dibilang, tak ada yang bisa meramalkan tentang hal ini.
Namun ternyata, para ilmuwan sosial ternyata cukup bagus dalam memprediksi pasangan yang mungkin akan bercerai. Pasangan-pasangan yang akan bercerai biasanya memiliki beberapa ciri tertentu, dalam bagaimana mereka bertengkar dan bagaimana mereka menggambarkan hubungannya.
Tak hanya itu, pasangan yang rentan terhadap perceraian biasanya dipengaruhi pada tingkat pendidikan dan status pekerjaan. Dirangkum Kompas.com, inilah 7 faktor yang bisa memprediksi perceraian.
Baca juga: Nama Spesies Cecak Baru Terinspirasi Dari Ahok
1. Menikah di usia remaja atau setelah 32 tahun
Sebuah penelitian yang dipimpin Nicholas Wolfinger dari Utah University, menunjukkan bahwa pasangan yang menikah di usia belasan atau di atas usia 30 tahun lebih berisiko untuk bercerai dibanding pasangan yang menikah di antara usia 20-30 tahun.
Risiko tertinggi perceraian dialami oleh pasangan yang menikah saat remaja. Sedangkan pasangan yang menikah setelah usia 32, peluang perceraian meningkat sekitar 5 persen setiap tahunnya.
"Bagi hampir semua orang, akhir 20-an tampaknya merupakan saat terbaik untuk mengikat janji suci pernikahan," tulis Wolfinger dalam blog Institute for Family Studies dikutip dari Science Alert, Jumat (27/10/2017).
Penelitian lain yang diterbitkan dalam jurnal Economic Inquiry pada 2015 juga menemukan bahwa perceraian meningkat seiring perbedaan usia antara pasangan.
Laporan The Atlantic pada 2014 menyebutkan bahwa penelitian tersebut menemukan perbedaan usia satu tahun antara pasangan membuat mereka 3 persen lebih mungkin bercerai jika dibandingkan dengan pasangan yang berusia sama. Sedangkan perbedaan usia 5 tahun membuat mereka 18 persen lebih mungkin berpisah, dan perbedaan usia 10 tahun meningkatkan risiko perceraian 39 persen.
2. Suami yang tidak bekerja penuh waktu
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam American Sociological Review pada 2016 menunjukkan bahwa keuangan pasangan bukanlah hal yang mempengaruhi perceraian. Justru pembagian kerjalah salah satu pemicu perceraian.
Penelitian yang dipimpin oleh Alexandra Killewald ini menemukan bahwa pasangan yang sang suaminya tidak memiliki pekerjaan penuh waktu berpeluang bercerai sebesar 3,3 persen pada tahun berikutnya. Hal ini berbeda dengan pasangan yang sang suami memiliki pekerjaan penuh waktu, hanya berpeluang mengalami perceraian sebesar 2,5 persen.
Sedangkan, status pekerjaan sang istri yang tidak banyak mempengaruhi perceraian. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa stereotip pria sebagai pencari nafkah masih kental hingga kini dan dapat mempengaruhi stabilitas perkawinan.
Baca juga: Jangan Lagi Dukung Ahok dengan 10.000 Balon, Ini Alasannya...
3. Tidak lulus SMA