KOMPAS.com - Sebuah fosil burung yang ditemukan di China memberi petunjuk soal evolusi burung.
Fosil tersebut adalah Anchiornis, spesies burung bersayap empat yang hidup 160 juta tahun lalu. Anchiornis sendiri secara harfiah berarti "hampir burung".
Fosil hewan berukuran sebesar merpati itu ditemukan dengan bulu yang terawetkan alias tak termakan usia.
Burung kuno sepanjang 35 centimeter dari kepala ke ekor ini punya bulu panjang di keempat sayapnya. Selain itu, ia memiliki cakar diujung sayapnya.
Baca Juga: Temuan Gigi Kuno Berpotensi Mengubah Sejarah Evolusi Manusia, Kenapa?
Anchiornis berbeda dengan burung modern yang punya kaki untuk bertengger. Burung ini bisa memanjat pohon dan bergelantungan dengan keempat sayapnya.
Dalam riset yang dipublikasikan di Paleontology, peneliti melihat lebih dekat bulu-bulu itu dan mengetahui bahwa hewan itu memiliki bulu lebat kecil yang menutupi punggung dan lehernya.
Fungsi utama bulu-bulu pendek itu adalah isolator dan mungkin bersifat anti-air. Tapi mereka tidak seefisien bulu pada burung modern.
Diduga, Anchiornis meluncur turun dari pepohonan seperti seekor tupai. Namun sebenarnya burung ini tidak mampu terbang selayaknya burung modern.
Meski bulu anchiornis mirip dengan bulu burung modern, tapi bulu ini tidak memiliki struktur aerodinamika melengkung yang memungkinkannya terbang.
"Ahli aleontologi sangat senang saat mengetahui bahwa burung ini adalah dinosaurus," kata Evan T. Saitta, penulis utama penelitian ini dikutip dari New York Times, Jumat (15/12/2017).
"Tapi kita harus ingat bahwa benda-benda ini jauh lebih tua dan lebih primitif dari burung. Bulu tidak berkembang dalam semalam. Ini adalah batu loncatan dalam perjalanan menuju burung modern," sambung Saitta yang juga merupakan mahasiswa doktoral University of Bristol, Inggris.
Baca Juga: Berusia 99 Juta Tahun, Kutu Drakula Ini Mengisap Darah Dinosaurus
Kabar baiknya dari penelitian ini adalah para ilmuwan telah mampu menentukan kemungkinan warna Anchiornis karena pigmen melanin pada rambut, bulu, dan kulit yang terfosilkan dengan baik.
Pada penelitian sebelumnya, para ilmuwan telah mampu membedakan berbagai jenis melanin dan mendapatkan gambaran bagus tentang pewarnaan hewan tersebut. Temuan ini termasuk pada seni rekonstruksi Anchiornis yang didasarkan pada semua informasi tersebut.
"Saya pikir ini adalah salah satu penggambaran dinosaurus yang paling hidup," ujar Saitta.
"Ini berdasarkan beberapa bukti, beberapa makalah, bahwa semua bekerja untuk memberikan gambaran bagaimana hewan ini terlihat," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.