KOMPAS.com - Hubungan ibu dan bayi merupakan sebuah ikatan yang sangat kuat. Apalagi, ibu dan bayinya berbagi perasaan selama 9 bulan kala ibu mengandung.
Saat mendengar tangisan sang bayi, ibu tentu akan segera menghampiri anaknya.
Namun, pernahkah Anda bertanya, apa yang terjadi pada otak ibu yang mendengar tangisan bayinya?
Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan, terlepas dari budaya, otak para ibu menunjukkan aktivitas yang sama saat mendengar bayinya menangis.
Baca juga: Ibu Bayi Debora: Saya Harap Kejadian Ini Tak Terulang pada Anak Lain
Temuan yang dipublikasikan dalam Proceedings National Academy of Sciences pada Senin (23/10/2017) ini menguatkan gagasan tentang naluri maternal biologis.
Dalam penelitian tersebut, para ibu baru dari 11 negara secara konsisten mengangkat, menahan, dan mengajak berbicara bayinya saat mendengar mereka menangis.
Para ibu yang terlibat dalam penelitian ini berasal dari Argentina, Belgia, Brasil, Kamerun, Prancis, Israel, Italia, Jepang, Kenya, Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Peneliti yang dikepalai Marc Bornstein, Kepala bagian National Institute of Child Health and Human Development, melakukan pemindaian MRI pada otak ibu saat mendengar tangisan bayinya.
Para peneliti menemukan bahwa para ibu memiliki tanggapan yang konsisten terhadap bayi yang menangis.
"Dalam waktu yang sangat singkat sejak tangisan dimulai, lima detik, mereka lebih suka menggendong atau berbicara dengan bayi mereka," kata Bornstein dikutip dari CNN, Selasa (24/10/2017).
Tujuan pemindaian MRI pada otak para ibu adalah untuk menemukan hubungan antara otak dan perilaku.
Dari pemindaian MRI tersebut, tim peneliti menemukan tangisan bayi menyebabkan aktifitas otak serupa pada ibu baru atau yang telah membesarkan anak.
Baca juga: Studi Ungkap, Ibu Sejahtera Lebih Mungkin Punya Bayi Laki-laki
Tangisan bayi merangsang area otak yang berhubungan dengan gerakan dan berbicara.
Pencitraan MRI menunjukkan suara tangisan bayi juga mengaktifkan daerah yang terlibat dalam produksi atau proses suara.
Robert Froemke, ilmuwan syaraf dari New York University yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut ikut menanggapi temuan ini.
"Area otak yang diaktifkan dalam penelitian ini digambarkan sebagai area 'kesiapan' atau 'perencanaan'," kata Froemke.